ELANG
By Kirana Kejora
“Ketika seekor elang telah berusia 40 tahun, dia harus memilih…menunggu kematian atau 150 hari bertapa dengan kesakitan yang amat sangat di puncak gunung…mematukkan paruhnya ke batu karang hingga lepas, menunggu paruh baru tumbuh untuk mencabuti cakar-cakarnya, setelah cakar barunya tumbuh, dia akan mencabuti bulu-bulu di sekujur tubuhnya, 5 bulan kemudian dia akan bisa kembali terbang, melanjutkan hidup baru untuk 30 tahun ke depan!
Belajarlah dari ELANG!
Sebuah novel roman humanis idealis penuh motivasi
Terinspirasi dari “sajak Rajawali” sang Burung Merak, WS. Rendra, “sajak Melodia” sang Presiden Penyair Marlioboro, Umbu Landu Paranggi, & kalimat sakti “eagle flies alone” dari sang Elang, Prof. Dr. Riswandha Imawan
Operasi Seroja memberi energi nama sepasang bayi lelaki kembar fraternal (non identik). Elang Timur, ilmuwan sejati, begitu nasionalis selama hidup di Timika dan Agats, menjadi bapak asuh anak-anak suku Asmat di Papua dengan segala riset yang membuatnya dilematis, mengeksplorasi, mengeksploitasi negeri sendiri untuk negeri asing, dan Elang Laut, penyair sejati, bukan hanya menulis syair anggur dan rembulan, setia kepada pilihan, memilih kewajaran hidup, jalan hidup yang sunyi, memotret “etalase kemiskinan” di Gili Meno Lombok… sebuah kesalahan atau kebenaran cinta sejati? Ketika mereka berseteru menjatuhkan cinta kepada Kejora, perempuan yang sebenarnya telah begitu dalam melukai mereka di masa lalu…menikah dengan lelaki lain, bercerai, karena menolak berada dalam sampan madu
BEBERAPA PETIKAN “ELANG”
Daaagkh! Revolver caliber 6.5 mili itu terjatuh dari pinggang kanan Timur, meluncur ke lantai kayu, berhenti karena tertahan kaki meja.
“Bunuh aku! Ayo, bunuh! Agar kamu bisa ambil dia dan anakmu!”
Kilatan mata Laut yang melihat revolver caliber 6.5 mili terjatuh dari pinggang kanan Timur, tepat di kakinya, sangat tajam menyala-nyala, ingin menuntaskan perseteruan mereka setuntas-tuntasnya saat itu juga, sirna seketika.
Kesadaran berbalut amarahnya berangsur-angsur pulih, saat matanya beradu dengan Timur, saudara kembar sedarahnya. Setan amarah yang jadi supporter-nya bermuram durja melihat kesedihan yang mulai memancar diwajah Laut.
*****************************************
Tiba-tiba Simon, yang sedari awal kedatangan Timur hanya melihat hambar, mendekati, mencium tangan Timur, berkata datar,”Daddy sudah bilang ke bapak Presiden, tentang keinginan Simon, andai Dufan bisa di pindah ke sini?” Timur sejenak menatap, lalu berjongkok di hadapan salah satu anak asuhnya itu. Memegang tangan kurus Simon, menjawab tanya anak Asmat yang cukup cerdas itu. “Belajarlah yang rajin, biar bisa jadi manusia berguna. Kalau bisa, kamulah yang jadi Presiden nanti. Agar bisa membangun Dufan yang lebih megah di sini.”
****************************************
“Ayo naiklah kemari, berdiri di sini bersama kami. Dengarkan suara kami. Kami tidak tahu apa yang kalian kerjakan di dalam gedung mewah itu yang dibangun dari uang kami, dan gaji yang kalian terima adalah juga dari uang kami. Kami menuntut kalian untuk bersuara sebagai wakil kami, untuk membela nasib kami. Janganlah kalian terlena lelap tidur di kasur uang. Sementara kalian buta dan tuli terhadap nasib rakyat yang akan terusir dari tanah-tanah mereka dan juga rakyat-rakyat lain yang menuntut keadilan karena terinjak-injak hak mereka oleh kekuasaan yang korup ...!!” Suara gemuruh makin terdengar lebih keras karena orasi Laut yang menyentuh hati mereka bahkan banyak diantaranya yang mulai meneteskan air mata.
******************************************
Laut dari sudut taman yang rimbun, dengan kaca mata hitam, dan gerai rambut sebahunya sebagian menutupi rahang kokohnya, menatap Key dengan teduh, berucap dalam hati,”Akulah ayah sesungguhmu..bidadariku.”
Matanya terasa hangat, segera merogoh saku bajunya. Menyalakan sebatang rokok untuk mengalihkan rasa hatinya. Dia menatap kembali bidadari itu yang kini berada dalam pangkuan Jora. Bidadari kecilnya seperti memandang ke arahnya, walaupun bocah itu tidak mengerti apa yang tengah dipandangnya yang jelas matanya mengarah kepada Laut yang berada jauh di depannya.
Laut mencoba tersenyum dan sedikit melambai ringan. Tatapan bidadari kecilnya seakan tengah memanggilnya untuk menggendong dan menimangnya.
Sebelum beranjak dari tempatnya berdiri, dia menatap Key seraya menggumamkan kata hatinya yang terdengar serak.”Bidadariku…suatu hari engkau akan memandangiku dengan mengerti!”
0 komentar:
Posting Komentar
Segala kritikan, cacian , makian dsb selalu diterim kirim juga pesan tau call : 0812 6034 7147 / 0819 3426 3185