TRIPANJI PERSATUAN NASIONAL

1. HAPUSKAN HUTANG LUAR NEGERI 2. NASIONALISASI INDUSTRI ASING 3. INDUSTRIALISASI NASIONAL

27 Oktober 2009

KEPEMIMPINAN PEMUDA

Sebagai aktor sosial perubahan, pemuda bukan saja menyandang status sebagai pemimpin masa depan, tetapi juga sebagai tulang punggung bangsa dalam mengisi pembangunan. Hal ini sejalan dengan tema peringatan Hari Pemuda Internasional 2007 yaitu ”Youth Participation for Development”.

Pada tahun 1928, para pemuda Indonesia dari beragam latar belakang suku, agama dan bahasa membulatkan tekad demi menggalang persatuan bangsa guna berjuang melawan penindasan kaum kolonialis. Sejak saat itu pula, setiap tanggal 28 Oktober kita memperingati Hari Sumpah Pemuda.

Manifesto yang tertanam sejak 79 tahun yang lalu ini telah berulang kali memberikan andil besar terhadap arah dan semangat pergerakan pemuda dalam menyelamatkan Indonesia dari jurang kehancuran. Oleh sebab itu, goresan sejarah Indonesia tidak akan pernah luput dari lembaran sejarah kepemudaanya (Benedict Anderson, 1990).

Dalam tulisan berikut, penulis mengajak untuk melakukan refleksi sejenak terhadap signifikansi dan peran pemuda yang selama ini sangat jarang disoroti dan digarap secara serius oleh banyak pihak, yaitu terhadap aset intelektual muda yang terserak di luar negeri.

Berbeda dengan masa pra kemerdekaan, para pemuda Indonesia kini telah tersebar di lima benua dan puluhan negara yang terbentang dari timur-barat hingga utara-selatan dunia. Walaupun belum terdapat data empirik terhadap penyebarannya, berdasarkan hasil penelusuran penulis, setidaknya saat ini terdapat lebih dari 20.000 pemuda dan mahasiswa Indonesia di Australia, 26.000 di Malaysia, 5.000 di Mesir, 1.500 di Jepang, 13.000 di Amerika Serikat, 3.000 di Inggris, dan puluhan ribu lainnya di berbagai negara Eropa dan Afrika. Namun disayangkan, angka yang sangat menjanjikan ini belum dapat teroptimalkan dalam rangka mendukung pembangunan bangsa yang berkelanjutan

Kepemimpinan Internasional

Corak pergerakan pemuda setelah tahun 1928, khususnya pasca kemerdekaan, mempunyai tantangan yang berbeda dengan pergerakan yang diusung sebelum tahun 1928. Pergerakan pemuda pada era globalisasi ini menghadapi tantangan yang justru semakin kompleks.

Selain perjuangan untuk memberangus KKN dan menegakkan nilai-nilai demokrasi serta HAM, tidak kalah pentingnya yaitu menggalang kekuatan guna menghadapi persaingan ekonomi global, destruksi budaya dan moral generasi, intervensi kedaulatan bangsa, serta reposisi Indonesia di tengah-tengah realitas ekonomi dan politik internasional. Tantangan seperti tersebut diakhir inilah yang belum menjadi isu stategis dari kebanyakan gerakan pemuda di tingkat nasional.

Walaupun tantangan yang dihadapi oleh pergerakan pemuda di kedua zaman tersebut berbeda, akan tetapi berdasarkan sifatnya dapat kita tarik satu benang merah yang sama. Tantangan global seperti perdagangan bebas dan hadirnya organisasi keuangan internasional merupakan alat yang dapat mengusik kedaulatan bangsa yang berujung pada neo-colonialism. Oleh karenanya, meskipun tampak berbeda, namun apa yang sedang kita hadapi saat ini masihlah ”musuh” yang sama, yaitu penjajahan.

Dengan ketersediaan akses dan sumber informasi yang tidak terbatas, pemuda Indonesia di luar negeri sudah seyogyanya mengambil peran signifikan dengan menggalang kepemimpinan internasional guna menghadapi berbagai tantangan di atas.

Sebagai kaum intelektual, sudah seharusnya transfer informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui berbagai bentuk dan cara bagi mereka yang berada di Indonesia. Hal ini sama halnya dengan apa yang telah dilakukan oleh para intelektual pendahulu kita yang menempuh pendidikan di Belanda pada masa pra kemerdekaan, bersama Moh. Hatta mereka dengan mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia dengan tujuan membangun basis pendidikan ilmu pengetahuan kepada segenap rakyat Indonesia (Nicholas Tarling, 1999).

Setiap pemuda Indonesia di manapun ia berada harus mampu menjadi duta bangsa pada setiap aspek diplomasi kehidupan, baik itu di bidang politik, ekonomi, pendidikan, ataupun budaya.
Lebih dari itu, setiap pemuda Indonesia juga harus dapat merevitalisasi peran dan fungsinya sebagai bagian dari global village guna menghimpun terbentuknya soft power guna meningkatkan reputasi dan posisi tawar Indonesia di mata dunia sebagaimana telah dinikmati hasilnya oleh Cina, India, dan Brazil.

Relevansi Sumpah Pemuda

Hal utama yang dibutuhkan untuk membangun kekuatan pemuda di tingkat internasional adalah kesatuan. Tanpa adanya kesatuan, dalam konsep Antonio Gramsci, perjuangan menghadapi tantangan terkini akan kandas diterpa gelombang hegemoni negara-negara besar. Proses terjadinya Sumpah Pemuda sangatlah relevan untuk dapat kita gunakan sebagai cermin pembentukan kepemimpinan internasional pemuda Indonesia di masa yang akan datang.

Pertama, para pemuda dan pelajar Indonesia baik yang bersifat perorangan maupun yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) atau organisasi sejenis lainnya dalam satu kawasan dunia yang sama, dapat mengikatkan dirinya dalam satu jejaring koordinasi awal untuk tahapan konsolidasi. Hingga saat ini, baru beberapa kawasan saja yang memiliki jaringan koordinasi demikian, di antaranya yaitu Jejaring PPI se-Eropa, Badan Koordinasi PPI se-Timur Tengah dan sekitarnya, serta PPI Australia.

Kedua, jika telah terbentuk jejaring koordinasi awal di masing-masing kawasan, maka menyatukan seluruh jejaring kawasan yang ada guna pembentukan kepemimpinan pemuda internasional bukanlah suatu hal yang mustahil. Sebagai contoh, hampir setiap tahunnya negara Perancis mengadakan Temu Pemuda Internasional (Rencontres Internationales de Jeunes) secara resmi guna membahas arah dan kontribusi pergerakan mahasiswanya yang tengah berada di seluruh penjuru belahan dunia.

Ketiga, guna menyamakan arah dan gerakan pemuda Indonesia, maka koordinasi dan komunikasi yang intensif harus selalu dilakukan antara pemuda di dalam dan di luar negeri. Tanpa adanya koordinasi dan kerjasama yang harmonis, maka kekuatan pemuda Indonesia tidak akan terlalu berarti baik pada level nasional maupun internasional.

Keempat, dengan begitu besarnya aset pemuda di luar negeri, Pemerintah sudah sebaiknya memfasilitasi dan memberikan dukungan penuh demi terciptanya kepemimpinan pemuda luar negeri dengan sistem koordinasi triumvirat yang melibatkan Departemen Pemuda dan Olah Raga, Departemen Luar Negeri, dan Departemen Pendidikan Nasional.

Tahun 2008 mendatang merupakan waktu yang sangat tepat untuk mencanangkan Kepemimpinan Pemuda Luar Negeri sekaligus menancapkan gelombang keenam Kebangkitan Indonesia. Pasalnya, selain akan memasuki usia ke-80 untuk peringatan Sumpah Pemuda, pada saat yang bersamaan bangsa Indonesia juga akan memperingati 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional.

Apakah ini sebuah mimipi? Iya. Apakah ini mimpi yang tidak mungkin terjadi? Tidak, ini adalah mimpi yang sangat mungkin terwujud. Martin Luther pernah mengatakan, ”I have a dream today. I have a dream...”. Kemudian, berkat perjuangan dan komitmen bersama, akhirnya mimpi tersebut berhasil ia raih.

Momentum Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928

KabarIndonesia - Setelah Trikorodharmo (Tiga Tujuan Mulia) berdiri pada tanggal 7 Maret 1915 dengan motor utama Satiman Wiryosanjoyo, dan pada kongres pertamanya di Solo 12 Juni 1918 berubah menjadi Jong Java, sejak saat itu berdiri pula organisasi-organisasi baru. Di Belanda Indische Vereeniging berubah menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) pada tanggal 1 Maret 1924 dengan tokoh utama Mohammad Hatta.

Di Bandung para pemuda yang tergabung dalam kelompok studi umum mendirikan organisasi Jong Indonesia pada tanggal 26 Februari 1927. Organisasi ini dimotori oleh Mr. Sunario, RM Yusupadi, Ganuhadiningrat, Sugiono, dan Mr. Sartono. Kemudian berdiri Perserikatan Nasional Indonesia pada tanggal 4 Juli 1927 dengan tokoh utamanya Ir. Sukarno. Pada tanggal 9 Desember 1927 berdiri Jong Sumatranen Bond dengan tokoh utamanya Tengku Mansur, Muhammad Anas, Abdul Munir Nasution, Kamun, dan Muhammad Amir. Serta Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) pada tanggal 17 Desember 1927.

Kongres Pemuda I
Pada Kongres Pemuda I 27 April-2 Mei 1926 para peserta menyepakati perlunya sebuah ikrar dan menugasi empat pemuda untuk merumuskannya. Tiga butir ikrar sudah dirancang Muhammad Yamin, satu di antara pemuda yang ditugaskan merampungkan ikrar pada kongres itu, bicara panjang lebar tentang bahasa dan kebudayaan Indonesia. Dua butir ikrar telah disepakati dan tinggal butir ketiga yang belum ada satu kata antara Muhammad Yamin, Jamaluddin Adinegoro, dan Tabrani. Muhammad Yamin dan Jamaluddin setuju dengan “Kami putra-putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Melayu.” Tabrani, aktivis Jong Java dan pemimpin redaksi Hindia Baru, yang juga ketua panitia kongres mengusulkan istilah bahasa Indonesia, seperti yang sudah ditulisnya pada bulan-bulan sebelumnya di korannya.
Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan IndonesiaDengan keyakinan bahwa perjuangan yang dilakukan bersama akan lebih mudah untuk mencapai tujuan kemerdekaan Indonesia. Maka pada tanggal 17-18 Desember 1927 dibentuk suatu Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), yang dipelopori oleh Ir. Sukarno dari Partai Nasional Indonesia. Perhimpunan ini terdiri dari beberapa organisasi pergerakan nasional seperti Partai Syarikat Islam Indonesia, Budi Utomo, Partai Nasional Indonesia, Pasundan, Jong Sumatranen Bond, Kaum Betawi, dan kelompok Studi Indonesia.

PPPKI diharapkan mampu mempersatukan dan menjadikan gerakan politik nasional berada dalam satu koordinasi yang baik. Dalam perkembangan selanjutnya, PPPKI tidak mampu mewujudkan cita-citanya, karena terjadi pertentangan antara tokoh-tokoh partai yang tergabung di dalamnya. Tekanan dari pemerintah Hindia Belanda juga menjadi salah satu sebab semakin menurunnya peran perhimpunan ini dalam pergerakan nasional Indonesia.

Kongres Pemuda II
Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda II berasal dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), organisasi pemuda yang beranggotakan pelajar dari seluruh Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat sehingga menghasilkan Sumpah Pemuda.

Rapat pertama, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond, Lapangan Banteng, Jakarta Sabtu 27 Oktober 1928. Dalam sambutannya, Sugondo Joyopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Muhammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang memperkuat Persatuan Indonesia, yaitu sejarah, hukum adat, bahasa, pendidikan, dan kemauan.

Rapat kedua, di Gedung Oost-Java Bioscoop, Minggu 28 Oktober 1928, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Purnomowulan dan Sarmidi Mangunsarkoro, sependapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.

Rapat ketiga, di Gedung Indonesische Huis Kramat (Gedung Indonesische Clubgebouw), Jalan Kramat 106 Jakarta. Pada sesi berikutnya, Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengutarakan gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan. Kongres Pemuda Kedua dari tanggal 27-28 Oktober 1928 dihadiri utusan Jong Islamieten Bond, Pemuda Indonesia, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Bataks Bond, Pemuda Kaum Betawi, Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia, Sekar Rukun, Minahasa Bond, Madura Bond, termasuk pengamat dari pemuda Tionghoa, seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey kay Siang, dan Tjio Djien Kwie. Kongres ini dipimpin oleh Sugondo Joyopuspito dengan sekretaris Muhammad Yamin. Kongres ini sebagai kelanjutan dari Kerapatan Besar Pemuda atau Kongres Pemuda Pertama pada tanggal 27 April-2 Mei 1926.

Kongres Pemuda II membicarakan masalah peranan pendidikan kebangsaan dan kepanduan dalam menumbuhkan semangat kebangsaan. Tampil sebagai pembicara, Muhammad Yamin, Purnomowulan, Sarmidi Mangunsarkoro, Ramelan, Theo Pangemanan, dan Mr. Sunario.Sebelum kongres ditutup, diperdengarkan lagu “Indonesia Raya” karya Wage Rudolf Supratman, disambut dengan meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres. Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia yang sekarang dikenal dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.

Walaupun mendapat gangguan dari polisi rahasia Belanda, kongres tersebut menghasilkan keputusan yang sangat fenomenal, yaitu Sumpah Pemuda. Kesepakatan yang dicapai dalam Putusan Kongres Pemuda II telah membuat pergerakan pemuda semakin menemukan arah yang jelas dalam perjuangannya untuk mencapai Indonesia merdeka.Kongres Pemuda Indonesia II menghasilkan Sumpah Pemuda yang mendorong organisasi pergerakan nasional yang bersifat politik untuk bersatu melawan pemerintah Hindia Belanda. Peristiwa sejarah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang hingga kini setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda, merupakan momentum yang sangat penting karena sejak saat itu telah timbul suatu perasaan kebangsaan dan perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan semakin nyata.
Gedung Indonesische ClubgebouwJauh sebelum Indonesia merdeka dan Sumpah Pemuda menjadi catatan sejarah paling monumental danlam perjalanan bangsa Indonesia, Gedung Kramat 106 Jakarta nyaris terabaikan. Bahkan pemilik gedung, Sie Kok Liong, hamper tak pernah dibicarakan dalam sejarah nasional Indonesia. Padahal perannya dalam kongres Pemuda II 28 Oktober 1928 cukup besar. Sebab di gedung miliknya itu, para pemuda pergerakan berkumpul dan merumuskan arah dan tujuan dari cita-cita mencapai Indonesia merdeka. Segala rintangan dan tantangan pun dihadapinya dengan berani mengorbankan jiwa dan raganya bersama para pemuda untuk Indonesia merdeka.

Tak ada catatan sejarah yang cukup tentang sosoknya. Bahkan di rumahnya sendiri, yang kini menjadi museum Sumpah Pemuda. Kecuali sejumlah replika peralatan rumah tangga miliknya, jejak sejarah lelaki Tionghoa pemilik Gedung Kramat 106 itu hilang seiring waktu berlalu. Hanya sedikit catatan, bersamaan dengan tumbuhnya sekolah-sekolah pada awl abad ke 20 di Jakarta tumbuh pula pondokan-pondokan pelajar untuk menampung mereka yang tidak tertampung di asrama sekolah atau bagi mereka yang ingin hidup lebih bebas di luar asrama yang ketat. Salah satu di antara pondokan itu adalah Gedung Kramat 106 milik Sie Kok Liong.

Sejumlah pemuda pergerakan dan pelajar sering berkumpul di Gedung Kramat 106. Gedung itu selain menjadi tempat tinggal dan sering digunakan sebagai tempat latihan kesenian Langen Siswo, juga sering dipakai untuk tempat diskusi tentang politik para pemuda dan pelajar, terlebih lagi setelah Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) didirikan pada bulan September 1926. Selain dijadikan kantor PPPI, berbagai organisasi pemuda sering menggunakan gedung ini sebagai tempat kongres. Bahkan pada tahun 1928 Gedung Kramat 106 menjadi salah satu tempat penyelenggaraan Kongres Pemuda II tanggal 27-28 Oktober 1928.Karena sering dijadikan tempat pertemuan para pemuda Indonesia maka sejak tahun 1928 gedung ini dinamai Gedung Indonesische Clubgebouw (Gedung IC) atau Gedung Pertemuan Indonesia. Sampai tahun 1934 gedung ini menjadi pusat pergerakan mahasiswa Indonesia.

“Sejumlah tokoh pergerakan pernah tinggal di gedung ini, seperti Muhammad Yamin, Abu Hanifah, Amir Syarifuddin, A. K. Gani, Setiawan, Suryadi, Mangaraja Pintor, dan Assat. Beberapa tokohnya menjadi pahlawan nasional seperti Wage Rudolf Supratman dan Muhammad Yamin.Bagaimana dengan Sie Kok Liong? Apakah untuk perjuangannya itu ia dapat menerima anugrah menjadi pahlawan nasional?” (Eddie Kusuma, 2007).

Wage Rudolf Supratman
Pada tahun 1914 W. M. van Eldick menghadiahkan sebuah biola kepada wage Rudolf Supratman di Makassar, sehingga mengantar Wage Rudolf Supratman menjadi pemain band,Black & White Jazz Band, Makassar, dan sebagai pemain biola di Gedung Societet Concordia (sekarang Gedung Merdeka) Bandung pada tahun 1924. Pada tahun 1928 biolanya digunakan untuk menciptakan lagu “Indonesia” yang kemudian menjadi lagu kebangsaan “Indonesia Raya”, yang pada tahun itu dikumandangkan untuk pertama kali di depan peserta Kongres Pemuda II di Gedung Kramat 106 Jakarta, pada tanggal 28 Oktober 1928.

Lagu Indonesia Raya dipublikasikan pertama kali pada tahun 1928 di surat kabar Sin Po dengan mencantumkan teks yang menegaskan bahwa lagu itu adalah lagu kebangsaan. Lagu itu sempat dilarang oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda, namun para pemuda terus menyanyikannya.Setelah Wage Rudolf Supratman meninggal pada tanggal 18 Agustus 1938, biola tersebut dirawat Ny. Rukiyem Supratiyah,kakak Wage Rudolf Supratman. Pada tahun 1974, ketika museum Sumpah Pemuda diresmikan, Ny. Rukiyem, sebagai wakil keluarga Wage Rudolf Supratman menyumbangkan biola itu untuk disimpan di museum yang didirikan di bekas Gedung Indonesische Clubhuis, di Jalan Kramat Raya No. 106 Jakarta, tempat berlangsungnya Kongres Pemuda II.
Rumusan Sumpah PemudaMuhammad Yamin, pemuda 25 tahun yang menjadi pemimpin Jong Sumatranen Bond dan anggota dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia menyodorkan resolusi yang dihasilkan Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928, sebagai berikut:
Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Inilah rumusan asli yang kemudian dikenal dengan Sumpah Pemuda yang dinilai sacral dan disejajarkan dengan Sumpah Amukti Palapa yang diucapkan Patih Gajah Mada dari kerajaan Majapahit. Nilai sakralnya bukan saja mengikat kepada para peserta Kongres Pemuda II, tetapi juga kepada para pemuda yang ada di Nusantara pada waktu itu, yang masih dalam masa pemerintahan kolonial Belanda.

“Istilah Putusan Kongres Pemuda kemudian berubah menjadi Sumpah Pemuda. Yang mula-mula memakai istilah “Sumpah” itu adalah Sutan Takdir Alisyahbana dalam majalah Jurnalis pada tahun 1930.” (Abdurrahman Suryoamiharjo, 1978).Isi sumpah yang pertama dan kedua dapat diterima dengan gembira. Tetapi dengan isi sumpah ketiga para pemuda terpelajar itu masih canggung. Betapa terbata-batanya mereka pada tanggal 28 Oktober 1928 itu untuk berbahasa Indonesia. Maklum hanya bahasa Belanda yang mereka kenal dan bahasa daerahnya yang mereka kuasai, sedangkan bahasa Indonesia yang diusulkan Muhammad Yamin hanya fasih dikuasai mereka yang sudah belajar bahasa Melayu. Banyak peserta kongres yang masih menggunakan bahasa Belanda untuk menyampaikan pokok pikirannya dalam Kongres Pemuda II itu.

Van der Plas (pengamat rersmi dari Belanda) mengatakan bahwa Sugondo Joyopuspito pemimpin kongres sendiri tidak fasih berbahasa Indonesia. Namun tekad para pemuda sudah bulat berbahasa Indonesia adalah harga mati untuk mereka. Karena ini mewakili perpisahan simbolis dari bahasa kolonial Belanda. Bahkan ada peserta yang mengaku malu karena sebagai anak Indonesia tidak bisa berkata-kata dalam bahasa sendiri. Dalam waktu dua bulan sesudahnya, bahasa Indonesia telah digunakan dalam berbagai kongres termasuk pada kongres perempuan nasional.Meskipun para pelopor perjuangan kemerdekaan sudah menggunakan bahasa seperti yang dicita-citakan itu, banyak hambatan dan kendala yang dihadapi. Penjajah Belanda tidak senang dengan penggunaan bahasa Indonesia. Mereka terus berkampanye agar hanya bahasa Belanda yang dikembangkan.

Hambatan-hambatan itu kemudian memperkeras sikap para pejuang dan mereka mengubah menjunjung bahasa persatuan menjadi satu bahasa Indonesia. Berarti ini menjadikan sumpah ketiga sebagai alat perjuangan untuk mewujudkan negara dan bangsa Indonesia. Sikap ini berlanjut setelah Indonesia merdeka!Putusan Kongres Pemuda 1928 memang sebuah ikrar, sebuah tekad, atau sumpah, karena ketika itu tumpah darah (nusa), bangsa, dan bahasa, masih dalam cita-cita yang harus diperjuangkan. Para pemuda pada waktu itu mempunyai tekad dan semangat yang kuat untuk memperjuangkan cita-cita luhur. Sikap konsisten para pemuda menunjukkan adanya sumpah yang terwujud melalui perbuatan. Ikrar lisan memang penting, tetapi tidak sepenting sikap jujur yang menterjemahkan sumpah tersebut dalam perbuatan nyata.

Kekuasaan diktator sepanjang masa memang selalu dipertahankan dengan cara-cara irrasional dan tangan besi. Tanpa itu kediktatoran tidak mungkin tegak. Karena itu musuh utama kekuasaan seperti itu adalah akal sehat dan kebebasan berpendapat.

Museum Sumpah Pemuda
Apabila kita ingin mengetahui lebih lanjut mengenai banyak hal tentang Sumpah Pemuda, kita bisa mengunjungi Museum Sumpah Pemuda yang berada di Jl. Kramat Raya 106 Jakarta Pusat. Museum ini memiliki koleksi utama biola asli milik Wage Rudolf Supratman yang menciptakan lagu kebangsaan Indonesia Raya, serta foto-foto bersejarah peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang menjadi tonggak sejarah pergerakan pemuda-pemudi Indonesia.

Pada tanggal 15 Oktober 1968, Prof. Mr. Sunario mengirim surat kepada Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, untuk meminta perhatian dan pembinaan terhadap gedung Kramat 106 agar nilai sejarah yang terkandung di dalamnya terpelihara. Pada tanggal 4 Desember 1969, Direktur Purbakala dan Sejarah mengeluarkan SK No. 2163/G3/69 tentang pernyataan kembali Bangunan Purbakala/Bersejarah di wilayah DKI Jakarta. Tanggal 10 Januari 1972 Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. cb. 11/1/12/72 jo Monumenten Ordonantie Staatsblad No. 238 tahun 1931 yang menetapkan Gedung Kramat 106 sebagai bangunan cagar budaya.Kemudian Gedung Kramat 106 dipugar oleh PEMDA DKI Jakarta pada tanggal 3 April 1973. Pemugaran selesai tanggal 20 Mei 1973. Gedung Kramat 106 menjadi museum bernama Gedung Sumpah Pemuda. Peresmiannya dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada tanggal 20 Mei 1973, pada tanggal 30 Mei 1974 Gedung Sumpah Pemuda kembali diresmikan Presiden Republik Indonesia, Suharto.

Pada tanggal 16 Agustus 1979, semasa gubernur Cokropanolo, Gedung Sumpah Pemuda diserahkan oleh PEMDA DKI Jakarta kepada pemerintah pusat cq Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pengelolaannya diserahkan kepada Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olah Raga. Gedung Kramat 106 akan dijadikan Pusat Informasi Kegiatan Kepemudaan di bawah Kantor Mentri Muda Urusan Pemuda (kemudian menjadi Mentri Muda Urusan Pemuda dan Olah Raga).

Pada tanggal 20 Oktober 1980 diadakan pembukaaan selubung papan nama Sumpah Pemuda oleh Drs. Jos Masdani atas permintaan Mentri Muda Urusan Pemuda Mayor TNI dr. Abdul Gafur, sebagai tanda penyerahan pengelolaan gedung dari PEMDA DKI Jakarta kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tiga tahun kemudian Mentri P dan K Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, mengeluarkan Kepmendikbud No. 029/0/1983, yang menyatakan bahwa Gedung Sumpah Pemuda dijadikan Museum Sumpah Pemuda oleh lingkungan Direktorat Jendral Kebudayaan.Bersamaan dengan dibentuknya Departemen Kebudayaan dan Pariwisata pada tahun 1999 oleh Preisden K. H. Abdurrahman Wahid, pengelolaan museum Sumpah Pemuda diserahkan dari Departemen Pendidikan Nasional kepada Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Mentri Pendidikan Nasional Dr. Yahya A. Muhaimin kepada Mentri Kebudayaan dan Pariwisata Drs. I Gede Ardhika). Seiring dengan perubahan struktur pemerintahan, Departemen dan Pariwisata diturunkan menjadi Mentri Negara. Untuk menampung unit-unit yang tidak tertampung dalam kementrian Negara Kebudayaan dan Pariwisata dibentuklah Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata.
Moment Pembangunan Generasi MudaBanyak lagu popular maupun heroic diciptakan untuk menggugah rasa kebangsaan dan perjuangan para pemuda, agar mereka bersemangat melaksanakan panggilan hidup sesuai dengan usia muda mereka. Di kalangan para pelajar, kita mengenal lagu “Bangun Pemuda-Pemudi” karya R. A. J. Suyasmin: “Bangun pemuda-pemudi Indonesia, lengan bajumu singsingkan
untuk negara. Masa yang akan datang kewajibanmulah, menjadi tanggunganmu terhadap nusa, menjadi tanggunganmu terhadap nusa .”
Begitulah salah satu bait dari syair lagu tersebut mengajak para pemuda-pemudi untuk menanggung beban dan melanjutkan perjuangan para pendahulu demi kelangsungan hidup nusa dan bangsa. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara para pemuda diharapkan dapat menyingsingkan lengan baju untuk menerima tongkat estafet kepemimpinan masa sebelumnya. Sehingga tantangan dan rintangan dapat diatasi dengan baik. Sebuah seruan yang perlu selalu dikumandangkan, agar para pemuda harapan bangsa senantiasa sadar untuk memikul beban tanggung jawab demi kejayaan bangsa Indonesia.

Sekarang para pemuda-pemudi sibuk dengan berbagai kegiatan dalam menyongsong masa depan demi karir dan status diri mereka. Mereka melengkapi diri dalam persiapan untuk masuk ke arena persaingan yang semakin ketat, agar mereka mampu menggapai masa depan status dan posisi mereka di tengah masyarakat.Selain belajar di perguruan tinggi atau bangku sekolah, mereka mengambil kursus-kursus yang diharapkan dapat menunjang kemampuan mereka untuk memenuhi tuntutan perusahaan atau lembaga tempat mereka bekerja kelak. Akibatnya, mereka tak ada waktu untuk berbuat sesuatu bagi bangsa dan negara, padahal peran mereka sangat diharapkan.

Dengan peringatan 81 tahun Hari Sumpah Pemuda, kita renungkan kembali peran pemuda bangsa Indonesia pada masa lalu dan masa sekarang. Jika pada tahun 1928 dahulu ada sekelompok pemuda harapan bangsa, yang mampu mencetuskan peristiwa Sumpah Pemuda, sekarang ini yang diharapkan adalah para pemuda yang mampu mencetuskan semangat kemudaannya untuk kejayaan Indonesia.Hanya sekadar saran, untuk berada dalam posisi itu, para pemuda harapan bangsa perlu mencegah sifat-sifat buruk di bawah ini :

1). Sikap sombong dan menyombongkan diri. Sikap menganggap diri paling baik, paling benar, lebih hebat dari yang lain. Sikap demikian tidak disukai Tuhan dan manusia, bersikaplah rendah hati.
2). Sikap iri hati. Tak pernah merasa puas dengan apa yang telah diperoleh dan dimilikinya. Padahal Tuhan telah memberinya karunia yang melimpah. Buanglah sikap demikian dan gantilah dengan sikap apa adanya dengan berpikir positip terhadap semua perkara pada diri kita.
3). Sikap dendam. Perasaan sakit hati terhadap tindakan orang lain yang dianggap merugikan, terus diingat dalam benak dan disimpan dalam hati. Ibarat sebutir batu kerikil yang ada di sepatu, kaki terasa tak nyaman, karenanya harus dibuang. Begitu juga dengan dendam yang membuat hati terganjal, karenanya mengampuni dan melupakan kesalahan orang lain adalah solusinya.4). Sikap sembrono. Sebuah sikap spontan yang muncul saat kita meremehkan tugas dan tanggung jawab kita. Bersikap ariflah dalam memikul semua tugas dan tanggung jawab itu, terlebih untuk negara kita.

Ingat ucapan mendiang mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, “Jangan bertanya tentang apa yang negara dapat berikan kepada Anda, tetapi bertanyalah apa yang dapat Anda berikan untuk negara.” Kiranya Hari Sumpah Pemuda dapat membangkitkan semangat para pemuda harapan bangsa untuk mewujudkan karyanya demi kejayaan bangsa.81 tahun lalu Sumpah Pemuda merupakan karya anak muda bangsa yang fenomenal di masa itu. Semangat itu merupakan hasrat kuat kalangan muda Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku dan agama, untuk menggalang persatuan bangsa dalam perjuangan melawan kolonialisme. Mereka adalah wakil-wakil angkatan muda yang tergabung dalam Jong Java, Jong Islamieten Bond, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, Minahasa Bond, Madura Bond, Sekar Rukun, Pemuda Betawi, Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia, dan lain-lain.

Pada titik ini, tampak bagaimana para pemuda bertekad mempersatukan segenap penduduk pribumi di kepulauan Nusantara sebagai suatu bangsa (Bangsa Indonesia), yang bertanah air satu (kepulauan Indonesia), dan yang berbahasa satu (Bahasa Indonesia).Para pemudalah yang berinisiatif meletakkan dasar-dasar persatuan. Bukan angkatan tua. Ketika peristiwa bersejarah itu berlangsung di Jakarta, banyak orang tua terutama bekerja sebagai pejabat di bawah asuhan pemerintah kolonial, menganggap tindakan itu sebagai tindakan anak-anak yang tak ada artinya.

Sejarah kelak justru memperlihatkan bahwa tindakan tersebut sangat berarti dan mempengaruhi perkembangan masyarakat Indonesia. Sebab dengan menyatunya kesadaran berbangsa di kalangan angkatan muda, berbagaio ragam kekuatan kebudayaan yang sebelumnya masih terserak di setiap daerah dan suku dapat disatukan. Keterpaduan itulah yang berfungsi sebagai amunisi dalam mengikis rezim kolonial. (Wahyu Barata, dari berbagai sumber. Penulis peminat sejarah).

Perfect Day

BTricks


ShoutMix chat widget

Pengunjung

PENGUNJUNG

free counters