TRIPANJI PERSATUAN NASIONAL

1. HAPUSKAN HUTANG LUAR NEGERI 2. NASIONALISASI INDUSTRI ASING 3. INDUSTRIALISASI NASIONAL

31 Januari 2009

Neoliberalisme Dunia Pendidikan: Otonomi Kampus dan Sekolah


1. Menelanjangi Otonomi Sekolah dan Kampus: Pemotongan Subsidi Pendidikan
Menyoroti berbagai persoalan tentang sistem pendidikan belakangan ini, kita akan justru dengan terpaksa harus mengupas sebuah isu, yaitu otonomi sekolah dan otonomi kampus. Kedua hal ini sebenarnya adalah jalan keluar yang ditawarkan pemerintah untuk menghadapi kurangnya dana yang tersedia untuk penyelenggaraan pendidikan untuk masyarakat. Selintas, kebijakan ini justru lebih berlaku untuk sekolah-sekolah dan kampus-kampus negeri yang memang dibiayai pemerintah. Namun, jika kita menelusuri secara historis dan lebih detail, maka akan terlihat bahwa kebijakan yang dicanangkan pemerintah dengan apa yang dinamakan Otonomi Pendidikan ternyata akan berpengaruh kepada keseluruhan sistem pendidikan di Indonesia.
1.1. Komersialisasi Pendidikan Semasa Orde Baru
Sampai saat ini, dalam kenyataannya, negara tak pernah menjalankan secara konsekuen dengan amanat UUD 1945 dalam persoalan pendidikan. Di masa Orde Baru, kecenderungan ini justru lebih terlihat dibanding periode sebelumnya. Bahkan terkesan di masa Orde Baru, pendidikan mulai secara perlahan dikomersialkan.
Bertambahnya populasi manusia Indonesia semasa Orde Baru tak pernah dihadapi dengan persiapan infrastruktur sosial, termasuk pendidikan. Bahkan dapat dikatakan, pemerintah justru tak pernah dengan serius memperhatikan persoalan ini. Pemerintah Orde Baru justru lebih membiarkan anak-anak Indonesia masuk ke dalam jeratan pendidikan swasta. Memang begitu banyak dibangun SD-SD Inpres, tetapi sangat jelas kelanjutan dari pendidikan dasar tersebut sangat tidak diperhatikan. Bahkan kini, program SD Inpres ini sepertinya sama sekali ditinggalkan, jika kita melihat begitu banyak gedung-gedung SD Inpres, terutama di daerah pedesaan, yang nyaris rubuh dan hanya memiliki beberapa orang guru saja untuk mendidik semua tingkat kelas yang ada.
Dengan pembenaran kesulitan semacam inilah, pintu untuk pendidikan swasta, di bawah naungan yayasan-yayasan yang kebanyakan bersifat keagamaan, masuk memanfaatkan segenap potensi pasar yang ada. Berdirilah sekolah-sekolah dan kampus-kampus yang kini semakin jelas terlihat tujuan mereka sebenarnya: uang!
Seiring dengan pertumbuhan industri, kebutuhan akan tenaga kerja terdidikpun muncul, terutama dengan keahlian yang benar-benar seperti yang diinginkan oleh para pemilik perusahaan. Kebutuhan tersebut ternyata tak terjawab oleh adanya sekolah-sekolah kejuruan yang ada. Untuk menjawab keinginan ini, negara memperkenalkan sistem pendidikan D1, D2, dan D3. Iming-iming cepatnya lulusan diploma mendapatkan pekerjaan, membuat program ini laku diminati orang dan berbondong-bondong lulusan SMA menyertakan dirinya ke dalam program ini.
Tahun-tahun terakhir dari masa Orde Barupun kita mulai mendengar istilah “Link and Match” yang bermakna hubungan yang katanya harmonis antara dunia Industri dan Pendidikan. Tujuan dari model pendidikan seperti ini, menurut Wardiman Djojonegoro, adalah setiap peserta didik dapat langsung mendapatkan pelatihan yang menggunakan perkembangan teknologi terakhir sehingga memudahkan ia untuk bekerja nantinya dan pihak industri mendapatkan pekerja yang sesuai dengan kualifikasi yang diinginkannya.
“Link and Match” meski belum sempat diterapkan secara efektif, namun minimal ia adalah salah satu gerbang masuknya pengaruh perusahaan-perusahaan besar ke dalam sistem pendidikan Indonesia. Pemerintah begitu bersemangatnya, sehingga merasa harus memberikan insentif berupa pembebasan pajak bagi industri yang menjalankan konsep ini, atau yang sering disebut Pendidikan Sistem Ganda . Dalam kenyataannya kemudian, pelibatan dunia industri justru membuka kesadaran bagi dunia industri untuk mentenderkan riset dan pengembangan produknya di kampus-kampus. Dan juga membuka kesadaran di kalangan kampus, bahwa kampus dapat dijadikan lahan bisnis yang cukup besar.
Hasil akhir dari sistem pendidikan yang dibangun oleh Orde Baru adalah sebuah mimpi buruk. Dari penelitian yang dilakukan Departemen Pendidikan dan PBB menyatakan, di tingkat Sekolah Dasar misalnya, hanya separuh siswa SD di Indonesia yang lulus pada tahun keenam, 65 persen lulus pada tahun ketujuh, dan 70 persen yang lulus pada tahun kedelapan.
Penyebaran kualitas pendidikan pun sangat menyedihkan. 80 persen calon mahasiswa PTN terbaik berasal dari sekolah-sekolah di Jawa. Lihat saja skor rata-rata untuk penerimaan mahasiswa baru (UMPTN) tahun 2000 yaitu 771, sedangkan di luar Jawa hanya berkisar 400-600.
Salah satu argumen yang berkembang tentang sumber persoalan ini adalah karena pola kebijakan pendidikan yang sentralistis, di mana pusat mengatur mulai dari jam belajar, metode belajar, dan target yang harus dicapai. Akibatnya, terdapat keterbatasan sekolah dalam mengatasi berbagai macam masalah, karena sekolah dan guru hanyalah pelaksana yang selalu dibelenggu oleh aturan-aturan baku yang ditetapkan oleh pusat. Akan tetapi, benarkah argumen ini?
Intervensi komersialisasi justru menjadi penyebab utama dari segudang persoalan di atas. Ia menyebabkan membengkaknya iuran pendidikan yang harus dibayar orang tua siswa akibat adanya pengutipan oleh birokrasi sekolah atau kampus. Ia menyebabkan adanya buku-buku tidak bermutu yang malah dipakai oleh sekolah-sekolah. Ia menyebabkan munculnya sekolah-sekolah dan kampus-kampus yang materi pengajarannya harus dengan sangat terpaksa kini diragukan. Pemerintah yang cuci tangan dari kewajibannya dan pembukaan pendidikan untuk komersialisasi jelas adalah penyebab utama dari amburadulnya hasil pendidikan Orde Baru.
1.2. Anggaran Pendidikan dan Subsidi Pendidikan
Semasa Orde Baru, dana pendidikan yang dikeluarkan tak lebih dari 8 persen dari APBN. Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Thailand, maka dapat terlihat bahwa pemerintah Indonesia tak pernah memperhatikan pendidikan. Sejak tahun anggaran 1992, 1993, 1994, 1995, 1996 Thailand masing-masing mengalokasikan 18,8 persen, 19,3 persen, 19,5 persen, 18,9 dan 20,40 persen maka untuk periode yang sama Indonesia hanya 8,08 persen, 7,69 persen, 7,1 persen, 6,73 persen, dan 6,96 persen. Untuk hal yang sama, sering disebut-sebut Malaysia sudah mengalokasikan 25 persen sejak tahun 1974 .
Anggaran pendidikan saat ini sangat memperlihatkan bahwa pemerintah memang benar-benar melepaskan tanggungjawabnya dari dunia pendidikan, apalagi memasukkan pendidikan sebagai salah satu yang diberikan tanggungjawabnya kepada pemerintah daerah.
Sebelumnya, untuk kasus Universitas Indonesia, pemerintah menanggung subsidi untuk setiap mahasiswa sebesar 2,5 juta rupiah persemesternya untuk menghadapi kebutuhan sekitar 7 juta per semester per mahasiswa. Pemerintah lalu memotong subsidi ini, dengan alasan agar dapat digunakan di pendidikan dasar-menengah. Akibatnya, iuran SPP yang ditanggung mahasiswa UI meningkat menjadi 750.000 rupiah dari 450.000 rupiah . Dan inipun harus ditambah dengan dana DPKP yang menyebabkan total biaya yang ditanggung per mahasiswa lebih dari 1 juta per semester.
Lucunya, setelah mengatakan bahwa pemotongan subsidi untuk perguruan tinggi karena pemerintah ingin menggunakan dananya di pendidikan dasar dan menengah, diumumkanlah pemberlakuan otonomi pendidikan yang termasuk dalam paket otonomi daerah. Dalam otonomi pendidikan ini juga diperkenalkan manajemen pendidikan berbasis sekolah yang dapat disimpulkan dengan singkat: uang SPP SD-SMTA naik.
2. Otonomi Sekolah dan Kampus: Antara Konsep dan Dampak
Konsep yang berlaku dalam otonomi pendidikan adalah apa yang disebut manajemen pendidikan berbasis sekolah dan kampus. Sekolah dan kampus bertanggung jawab atas keuangan, kegiatan atau program, sarana-prasarana, dan komponen-komponen penunjang pendidikan lainnya. Sekolah dan kampuslah yang merencanakan, melaksanakan, dan mengontrol dirinya dalam melakukan pembangunan diri ataupun pendidikan bagi siswa-siswanya.
Otonomi pendidikan ini juga sejalan dengan otonomi daerah yang berlaku 1 Januari 2001 lalu. Berbagai Pemerintah Daerah Tingkat I dan II sudah menyatakan kesiapan dirinya. Mereka terutama adalah daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam yang kaya. Sebagai contoh Pemda Kalimantan Timur yang mengklaim sudah menyiapkan anggaran pendidikan sebesar 340 milyar rupiah dan dengan tambahan dana dari sektor kehutanan sebesar dua dolar per meter kubik kayu hutan industri yang dimilikinya. Salah satu kabupatennya, Kutai Kertanegara, yang kaya akan hasil tambang minyak dan emas bahkan akan menggratiskan sekolah sampai SMA.
Namun tak semua provinsi dan kabupaten seperti Kalimantan Timur dan Kutai Kertanegara. Provinsi dan kabupaten yang selama ini miskin kekayaan alam dan berjubel penduduknya tidak akan mengalami keindahan dunia pendidikan seperti yang dialami Kaltim dan Kutai. Artinya, ada beberapa hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan otonomi pendidikan.

2.1. Memperbesar Peran Birokrasi Kampus dan Sekolah untuk Menyediakan Dana

Desentralisasi pendidikan dimulai dengan memberi peran kepada pemerintah daerah tingkat kabupaten atau kotamadya sebagai basis pengelolaan pendidikan dasar. Sedangkan untuk pendidikan tinggi
Pertama, otonomi daerah telah menyebabkan kembalinya sumber-sumber daya untuk pendidikan ke daerah-daerah. Asumsi dari otonomi daerah, atau lebih tepatnya sumber kepalsuannya, setiap daerah memiliki potensinya masing-masing sehingga justru dengan otonomi daerah setiap daerah bisa mencapai tingkat kemakmuran.
Mari kita lihat kenyataannya, tak usah jauh-jauh dari pusat kekuasaan. Di Jabotabek dan Jawa Barat masih banyak SD-SD yang fasilitasnya dan mutu pendidikan yang diperoleh siswa-siswanya sama-sama menyedihkan dengan di daerah-daerah lainnya. Dibandingkan dengan SD-SD yang berada dalam perkembangan infrastruktur di daerah-daerah luar Jawa di mana alam masih menjadi sumber keterbatasan, sebenarnya SD-SD di Jawa, di mana segala macam fasilitas telah tersedia, ternyata memiliki nasib sama-sama menyedihkan.
Yang tak kalah penting adalah kondisi yang sangat dipenuhi ketimpangan di awal pemberlakuan pendidikan. Kondisi SD-SD di Jawa Barat dan SD-SD di Papua jelas sangat jauh berbeda baik dari segi fasilitas, tenaga pengajar, kemampuan siswa, dan mutu pendidikannya. Atau dalam contoh ekstrem, sebuah SMA negeri unggulan di Jakarta dengan semua ruang kelas ber-AC, memiliki lab komputer, dan segudang fasilitas lainnya bisa beroperasi karena SPPnya mencapai ratusan ribu rupiah. Bahkan saat ini juga telah muncul sekolah-sekolah plus dari swasta yang berfasilitas hebat dan berstandar pendidikan internasional . Ya, sekolah-sekolah ini memang berkualitas karena dananya juga berasal dari murid-muridnya yang kaya. Tapi bagaimana menciptakan pendidikan yang berkualitas dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat? Dengan otonomi pendidikan, menyerahkan segala urusan pembiayaan kepada kampus dan sekolah? Jelas tidak. Otonomi pendidikan justru akan menghambat pemerataan mutu pendidikan baik antar daerah dan juga antar lapisan-lapisan ekonomi masyarakat.
Jika begitu, otonomi pendidikan dengan konsep manajemen berbasis sekolahnya menjadi upaya cuci tangan pemerintahan dari tanggung jawab membenahi segala macam kerusakan yang telah terjadi dalam sistem pendidikan Indonesia.
Kedua, otonomi pendidikan tidaklah berarti peningkatan porsi anggaran pendidikan, atau titik perhatian pemerintah. Padahal, penyebab utama rendahnya mutu pendidikan Indonesia adalah rendahnya dana yang dialokasikan untuk sektor pendidikan. Jangan pernah tertipu oleh jumlah uang yang dianggarkan untuk pendidikan, tapi perhatikanlah persentasinya dari total anggaran. Jika alokasi anggarannya tetap rendah, maka justru otonomi pendidikan justru akan menyengsarakan siswa-siswa. Kenapa? Karena otonomi pendidikan juga berarti menyerahkan tanggung jawab penyediaan dana kepada sekolah-sekolah, dan yang paling mudah untuk mendapatkan dana adalah menaikkan iuran sekolah.
2.2. Kampus sebagai Pusat Bisnis Riset IPTEK
Seperti yang pernah diungkapkan di atas, masuknya intervensi industri ke dalam kampus telah menciptakan basis bisnis baru, riset dan pengembangan produk. Awalnya, ladang bisnis ini dijalankan secara diam-diam ataupun bahkan diselimuti oleh institusi-institusi penelitian kampus untuk membiayai berbagai macam kegiatan akademik. Yang digunakan juga fasilitas-fasilitas kampus. Kenapa tidak? Di negara-negara maju hal ini sudah menjadi sesuatu yang lumrah. Apalagi hampir kebanyakan tenaga pengajar yang dinilai terbaik oleh kampus-kampus Indonesia dididik di negara-negara tersebut.
Namun lama kelamaan, ia menjadi lahan bisnis yang menguntungkan, terutama untuk beberapa kalangan di dalam kampus yang dekat dengan fasilitas penelitian dan pengembangan kampus. Dan pihak birokrasi kampuspun mulai melihat riset IPTEK sebagai lahan bisnis yang dapat memberikan pemasukkan untuk anggaran kampus, ataupun anggaran pribadi jika person-personnya terlibat KKN.
Dunia bisnis dengan dunia kampus memiliki perbedaan yang mendasar. Jika dunia kampus adalah bertugas melayani masyarakat, dunia bisnis memiliki hanya satu kepentingan: memperkaya para pemegang saham. Apa jadinya jika fasilitas penelitian di kampus-kampus lebih banyak dipakai untuk kebutuhan-kebutuhan komersil? Semua pusat perhatian penelitian di kampus akan lebih banyak tercurah kepada kepentingan-kepentingan para pemilik modal, bukan mayoritas masyarakat.
Saat inipun, banyak tugas-tugas akhir mahasiswa S1, terutama di fakultas-fakultas teknik, sudah sangat banyak dipengaruhi oleh pengembangan fasilitas penilitian kampus sebagai sarana bisnis. Banyak dosen-dosen pembimbing yang juga terlibat proyek penelitian dengan berbagai perusahaan justru memanfaatkan tenaga gratisnya para mahasiswa tugas akhir tersebut untuk membantu menyelesaikan proyeknya.
2.3. Pola Subsidi Pendidikan
Konsep otnomi kampus juga memperkenalkan model performance contract untuk pemberian subsidi pendidikan. Misal, di kampus A pemerintah memberikan sejumlah bantuan (block grant) yang diikat oleh sejumlah persyaratan seperti jumlah kelulusan yang dihasilkan dan kualitas dari kelulusan tersebut haruslah mencapai standar tertentu.
Jika kuantitas dan kualitas yang ditentukan tidak dapat dipenuhi, maka akan menjadi evaluasi dalam pemberian bantuan selanjutnya. Bisa jadi evaluasi tersebut menjadi alasan pengurangan subsidi yang diberikan ke kampus A tersebut.
Sistem semacam ini tak ubahnya membuat kampus menjadi pabrik sarjana, dimana manusia-manusia yang dididik di dalam kampus-kampus benar-benar hanya siap untuk menjadi mur dan baut dunia industri. Kurikulum jelas akan benar-benar dipengaruhi prasyarat-prasyarat yang tercantum dalam kontrak bantuan. Lihat saja betapa besar genjotan yang dilakukan pihak birokrasi kampus untuk mempercepat masa studi seorang mahasiswa perguruan tinggi negeri. Di banyak kampus negeri saat ini, dalam satu tahun dapat mengadakan tiga kali masa persidangan skripsi ataupun tugas akhir. Ini juga ditambah dengan batas maksimum masa studi yang perpanjangannya diembel-embeli dengan penambahan beban SPP. Dan semua itu sama sekali tidak memperhatikan apa yang diperoleh setiap wisudawan selama masa studinya di kampus-kampus tersebut.
2.4. Pengaruh Korporat di dalam Sekolah dan Kampus
Dalam konsep otonomi pendidikan saat ini memang negara tidak terlalu dominan dibanding masa Orde Baru. Namun yang menarik, pelibatan semua unsur-unsur masyarakat di dalam Lembaga Pertimbangan Pendidikan dan Kebudayaan (LPPK) untuk SD-SMTA di pemda-pemda setempat, dan Majelis Wali Amanat (MWA) untuk perguruan tinggi negeri.
Kenapa menarik? Karena di dalam setiap lembaga tersebut, unsur usahawan selalu dimasukkan sebagai daftar pertama sebagai anggotanya. Jelas, masuknya usahawan ke dalam manajemen pendidikan tidak bisa ditolak jika yang bersangkutan benar-benar ingin membantu dunia pendidikan tanpa imbalan apapun. Namun kenyataannya, ini sering kali membuat institusi-institusi pendidikan memasukkan hitungan untung rugi finansial dalam memberikan pendidikan kepada peserta didiknya.
Hal tersebut telah terjadi di berbagai negara, terutama negara-negara maju. Di Kanada misalnya, pengaruh korporat mulai mengarahkan kampus sebagai pelayan kepentingan ekonomi mereka, yaitu pasar produk mereka dan riset yang dilakukan kampus. Komersialisasi riset dan pengembangan justru dianjurkan oleh sebuah badan yang didirikan oleh pemerintah federal, Expert Panel on the Commercialization of University Research. Ternyata, badan yang diketuai oleh Menteri Perindustrian Kanada ini tidak diisi oleh ahli-ahli akademik, melainkan para pengusaha dan non akademisis lainnya yang memang ditunjuk oleh pemerintah. Penerapan model MWA di Kanada juga terjadi, sebagai contoh Board of Governors dari McGill University adalah para pengusaha besar di Montreal . Kasus demi kasus terjadi, dua yang terakhir adalah pendirian McGill College International yang didanai swasta dan kasus kesepakatan rahasia mengenai riset minuman dingin.
2.5. Dampak Utama: Naiknya Biaya SPP
Terlepas dari semua frasa kosong yang dikeluarkan oleh para konseptor otonomi pendidikan di Indonesia, kita tak bisa melupakan satu hal yang berkaitan langsung dan paling terasa oleh masyarakat. Otonomi pendidikan akan selalu diikuti oleh kenaikan SPP. Pengalaman di UNAM, Meksiko, membuktikan gratisnya (sebenarnya tidak gratis tetapi sekitar 50 sen persemester, sehingga dapat dikatakan gratis) pendidikan tidak berarti buruknya fasilitas kampus. Bahkan UNAM yang jumlah mahasiswanya mencapai 268000 orang, memiliki fasilitas berupa empat buah SMA yang siswa-siswanya begitu lulus menjadi mahasiswa UNAM. Namun ketika program Neoliberalisme diperkenalkan, biaya SPP dinaikkan hingga US$ 140, sebuah angka yang cukup mahal di kota Meksiko. Akibatnya, hampir sebagian mahasiswa UNAM melakukan mogok kuliah yang kemudian berbentrokan dengan aparat kepolisian yang diundang oleh pemerintah untuk merebut kembali kampus .
Di Indonesia, mahasiswa negeri angkatan 1999 dan 2000 kini membayar uang mendekati 1 juta rupiah sebagai SPP. Sampai saat ini memang masih belum jelas untuk tingkat pendidikan di bawahnya, tetapi memang telah terlihat akibat-akibat kenaikan SPP ini, 3 juta anak usia SMTP tidak sekolah. Sementara itu, pemerintah tetap mendorong kebijakan otonomi pendidikan kepada pemda-pemda dan otonomi kampus. Untuk otonomi kampus saja, direncanakan subsidi untuk pendidikan tinggi akan terus-menerus dikurangi sampai nol dalam jangka beberapa tahun.
***
Menjadi persoalan pelik jika di saat krisis saat ini sektor pendidikan tidak menjadi bagian perhatian pemerintah. Apabila terus-menerus seperti ini, maka bukan tidak mungkin pendidikan kembali hanya menjadi monopoli orang-orang yang memiliki modal yang hanya memberikan pendidikan kepada orang lain untuk memperlancar ekonominya.

16 Januari 2009

PERNYATAAN SIKAP SPARTAN

Nomor : 03/B/SPARTAN/Januari-2008

Hal : Press Release

Lamp : -

Menangkap Risal Ramli berarti Melanggar Kaidah Demokrasi!

Menangkap Rizal Ramli, SBY kembali pada cara-cara Berpolitik Orde Baru!

Teruskan, Jalan Baru Indonesia; Pemimpin Baru dan Haluan Ekonomi Baru!

Pada hari ini (kamis, 15/01/08), Rizal Ramli, calon presiden yang diusung oleh Partai Bintang Reformasi (PBR) diperiksa pihak kepolisian sebagai tersangka terkait aksi massa menolak kenaikan harga BBM yang berakhir rusuh di depan gedung DPR-RI, pada bulan juli 2008 lalu. Tuduhan ini, menurut kami, menyerupai pasal-pasal karet (hatzei artikelen) yang dipergunakan pemerintah kolonial Belanda untuk mengadili dan membatasi ruang gerak perjuangan aktifis pergerakan kemerdekaan. Pada masa Orde Baru, pasal-pasal karet semacam ini dipergunakan untuk menjerat aktifis pejuang demokrasi, serta menghalau lawan-lawan politiknya. Anehnya, kendati reformasi sudah berjalan sepuluh tahun tetapi pemerintahan SBY masih mempergunakan pasal-pasal karet ini untuk membungkam tokoh-tokoh kritis, seperti Rizal Ramli.


Menurut kami, usaha pemerintahan Yudhoyono menjerat Rizal Ramli lebih bermakna politis. Seperti diketahui, selain tokoh Dr. Rizal Ramli dikenal sebagai tokoh kritis sejak jaman orde baru hingga sekarang, ia juga merupakan salah satu kandidat "capres" yang akan turut berkompetisi dalam pemilu 2009. Jelas terlihat, bahwa upaya menjerat "RR" adalah bagian dari skenario untuk menjegalnya masuk dalam bursa capres untuk pemilu 2009.

Lantas, kenapa pemerintah Yudhoyono begitu "bernafsu" menjegal Rizal Ramli? Pertama, pemerintahan Yudhoyono adalah pemerintahan yang gagal menjalankan mandate dari seluruh rakyat. Karenanya, kemunculan Dr Rizal Ramli sebagai motor perubahan dianggap ancaman politik bagi keberlanjutan pemerintahan SBY pada pemilu 2009.

Kedua, Menghadapi pemilu 2009, pemerintahan SBY sedang menjalani lakon "seolah-olah" merupakan pemerintahan yang pro-rakyat; menurunkan BBM berturut-turut 3 kali, memberantas korupsi, berhasil mengurangi kemiskinan dengan BLT, PNPM-mandiri, KUR, BOS, dan segala macamnya. Namun, lakon-lakon palsu SBY ini dibongkar kebusukannya oleh tokoh-tokoh oposisi, termasuk Dr Rizal Ramli. Jika Rizal dibiarkan tetap bebas, tetap leluasa berkoar-koar, maka dikhawatirkan akan mengikis popularitas SBY dimata rakyat.

Ketiga, pemerintahan SBY adalah pemerintahan neoliberal. Pemerintahan ini begitu alergi dengan konsep "jalan baru dan haluan ekonomi baru" Dr Rizal Ramli, karena boleh jadi akan menjungkir-balikkan kekuasaan imperialism yang sudah berkuasa di Indonesia selama beratus-ratus tahun.

Tentu kita tidak rela jika kebijakan politik dan ekonomi yang terbukti gagal tetap hendak dipertahankan. Tentunya, kita pun tidak ingin gerakan perubahan yang digagas dari bawah bersama rakyat, kemudian dihentikan dan disabotase oleh pasal-pasal karet produk kolonial. Berdasarkan hal tersebut, Sukarelawan Perjuangan Rakyat Untuk Pembebasan Tanah Air (SPARTAN) menyatakan sikap sebagai berikut;

1. Usaha membungkam tokoh kritis dan penyingkiran politik terhadap rival-rival politik merupakan ancaman terhadap demokrasi, bertentangan dengan kaidah-kaidah demokrasi yang diperjuangkan melalui reformasi;

2. Upaya pemerintah Yudhoyono menjegal pencalonan Dr Rizal Ramli sebagai capres 2009 dengan menggunakan pasal-pasal karet dan hukum pidana, menunjukkan bahwa proses demokratik menuju pemilu 2009 terancam.

3. Upaya pemerintah Yudhoyono menjegal Rizal Ramli pararel dengan kepentingan imperialism-neoliberal menjaga keberlansungan sistim neoliberalisme terus mengkangi ekonomi nasional, menghisap rakyat, dan merendahkan martabat sebagai bangsa;

4. Menyerukan kepada seluruh pejuang demokrasi, unsur-unsur progressif dari pekerja, petani, kaum miskin kota, pemuda dan mahasiswa, serta seluruh lapisan massa rakyat yang anti-penjajahan asing untuk melakukan perlawanan dan menghentikan setiap usaha pemerintah SBY memasung kehidupan berdemokrasi.

Demikian pernyataan sikap ini dibuat, demi weujudkan tatanan masyarakat yang betul-betul demokratis dan bermartabat.

Jakarta, 15 Januari 2007


Sukarelawan Perjuangan Rakyat Untuk Pembebasan Tanah Air (SPARTAN)

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:

Agus Priyono- 081513499504

Lalu Hilman Afrian- 0818467080

Lukman Hakim- 0817536137

Marlo Sitompul- 08161675291

Sosialisme- Religius


Mukernas IV Partai Bintang Reformasi (PBR) dan Pembekalan Calon Anggota Legislatif (Caleg) DPR-RI yang dilaksanakan pada 29 November - 1 Desember 2008 mempunyai makna tersendiri bagi kaum muda yang menunggu perubahan gerak PBR. Pidato Ketua Umum PBR Bursah Zanurbi, SE yang berlangsung selama lebih 6 Jam menekankan Ideologi Kerja PBR, SOSIALISME RELIGIUS. Berikut beberapa rangkuman tentang Sosialisme Religius yang merupakan perasan dari diskusi dengan beberapa kawan.

Mengenai sosialisme dan Agama:
1. Apa yang dimaksud dengan sosialisme?
Sosialisme adalah susunan sosial atau system masyarakat yang berbasiskan kepada kepemilikan kolektif terhadap alat-alat produksi (pabrik, mesin, tanah, dll). Dalam sosialisme, proses produksi berlansung secara sosial, demikian pula dengan hasilnya dijuga dinikmati secara sosial. Pendeknya, sosialisme adalah masyarakat tanpa “exploitation del’homme par I’homme”, tanpa penghisapan oleh manusia atas manusia, seperti yang berulang-ulang kali dinyatakan Bung Karno.

Sosialisme modern muncul pertama kali di Prancis setelah terbitnya tulisan-tulisan utopis Henri de Saint-Simon dan Charles Fourier, yang menggambarkan kemungkinan arah perkembangan teknologi industri secara umum. Namun kaum sosialis utopis tak menuntut penghapusan kepemilikan pribadi, dan tak melihat kelas pekerja industri, yang di Prancis, pada awal abad ke-19, belum begitu berkembang, sebagai alat bagi perubahan sosial.

Pada tahun 1840-an, walupun para pengikut Saint Simon dan Fourier hanya bertahan
Sosialisme tipe diatas dikatakan juga sebagai sosialisme –utopis, yakni sebuah bentuk pemikiran sosialisme yang tidak dapat menjelaskan akar eksploitasi system kapitalisme secara konfrehensif, dan tidak dapat mengajukan argumentasi ilmiah untuk mengakhiri kapitalisme. Selain tipe sosialisme-utopis, masih ada bentuk-bentuk sosialisme lainnya yang kadang tidak bisa disebutkan sebagai sosialisme; ketika tembok berlin runtuh dan Unisovyet kolaps, maka para pengikut neoliberal menyebut bahwa sosialisme telah berakhir, padahal tidak. Yang berakhir bukanlah sosialisme, tapi yang hancur adalah sosialisme –birokratik.

Beberapa gerakan pembebasan nasional di negara-negara dunia ketiga begitu dekat dengan sosialisme, dan terkadang pemimpinnya menggunakan retorika sosialis, tapi pada dasarnya mereka jauh dari ide sosialisme sejati. Sebagai contoh, ketika Nasser berkuasa di mesir, ia mendeklarasikan sosialisme ala arab, yaitu sebuah tipe sosialisme yang mengekspresikan kepentingan borjuis nasional. Ketika Nasser berkuasa, partai kiri dilarang beraktivitas dan beberapa tokohnya dibunuh.

2. Apa hubungan sosialisme dan agama?

Sosialisme, terlepas dari mereka yang menyebutnya sebuah bentuk pemikiran politik dan ekonomi, namun ia punya cita-cita ideal untuk menciptakan kebaikan bagi umat manusia, sama halnya dengan agama yang juga memimpikan surga. Jika agama hendak menciptakan surga setelah kematian (akhirat), maka sosialisme hendak menciptakan surga di dunia. Pada masa perbudakan masih eksis, agama merupakan salah satu ideology pemikat bagi kebangkitan perlawan budak melawan penguasa yang lalim, demikian pula dengan sosialisme dalam kalangan pekerja dan kaum terhisap kini, ia merupakan ideology perjuangan paling konsisten menentang penghisapan.

Agama begitu memerangi keserakahan dan kerakusan berlebihan, meskipun seringkali tidak lagi ditonjolkan karena kooptasi agama oleh negara, namun ide-ide tersebut masih tertulis dalam kitab suci masing-masing. Di bawah sistem ekonomi Islam, barang-barang yang biasa digunakan manusia dan makhluk lainnya, seperti garam, air, dan rumput, tidak dikenai pajak. Negara yang menentukan harga dan barang-barang keperluan masyarakat agar tidak terjadi penimbunan keuntungan pada segelintir orang serta tak terjadi penipuan, misalnya jumlah timbangan barang atau penjual barang yang telah kadaluarsa.

Demikian pula dengan agama Nasrani. Dalam novel berjudul “Qou Vadis”, karya Henryk Sienkiewicz diceritakan kegigihan dan pengorbanan kaum Nasrani dalam melawan kekaisaran Rowawi purba. Banyak yang mengidentifikasi Jesus Kristus adalah seorang Sosialist, meskipun ajarannya kurang memfokuskan kepada teori ekonomi atau politik tertentu, akan tetapi, ajarannya bersifat kebaikan universal. Cara pandangan dan sikap Jesus yang konsisten menentang tatananan kekuasaan yang menindas, diserap dan diaplikasikan oleh Enrico Guiterez dalam Teologi Pembebasan, yang begitu subur di Amerika Latin. Jesus Kristus adalah seorang yang mencintai orang miskin.

3. Apa yang dimaksud sosialisme religius?

Sosialisme religius merupakan sebuah pandangan yang bertekad mewujudkan sebuah tatanan sosial yang berlandaskan keadilan sosial, tidak ada penghisapan, dan terwujud kesetaraan, tapi berdasarkan nilai-nilai religiusitas (agama). Mereka menentang beberapa inti pemikiran sosialisme ilmiah, terutama materialisme histories, karena dianggap mengesampinkan eksistensi ilahiah.

Berikut beberapa pandangan tentang sosialisme religius;

Menurut Tjokromiaminoto, sosialisme religius merupakan pengakuan terhadap nilai-nilai sosialisme, seperti keadilan social, kesetaraan dan egalitarianisme, dan anti kapitalisme, tetapi mendasarkan diri kepada ajaran-ajaran islam; pengakuan eksistensi tuhan, sifat-sifat ketuhananan, dan ajaran kitab suci. Pada dasarnya Tjokro tidak memungkiri adanya sikap anti- kapitalisme dalam jiwa islam tetapi tidak menerima faham komunisme karena dianggapnya tidak mengakui tuhan. Beberapa tokoh masyumi paska Tjokro pun mewarisi pemikirannya, diantaranya Dr. Natsir, Moh Roem, Syafruddin Prawiranegara, dan lain-lain.

Bagi Hassan Hanafie, Makna kiri merupakan sebuah gerakan revolusi moral—moral revolution govement— untuk memperjuagkan harkat dan martabat kaum tertindas, sehingga persamaan (egalitarian) dan keadilam uma manusia sejajar satu sama lain.

Sosialisme religius ala Nasser, atau sering disebut “sosialisme arab”, sebuah kecenderungan sosialistik borjuis nasional yang menghendaki kelonggaran dari dikte modal besar, namun juga tidak menghendaki perjuangan klas dan menganjurkan harmonisme klas, dibawah ketiak mereka. Sosialisme arab melahirkan begitu banyak kediktatoran, seperti nasserisme dan saddam husein.

Sosialisme religius kita, merupakan sosialisme religius yang berbeda sama sekali dengan pemikiran-pemikiran tokoh tersebut, yakni praktek sosialisme dan agama yang mencoba menjawab situasi konkret—kemiskinan, penghisapan, penindasan---dengan keberpihakan kepada kaum terhisap-musthadafin. Sosialisme religius kita harus ilmiah, aplikatif, dapat dipraktekkan, dan punya keberpihakan kepada rakyat miskin yang jelas. Sosialisme religius kita, seperti juga teologi pembebasan di Amerika latin, bertujuan untuk menghancurkan imperialisme dan penghisapan atas manusia oleh manusia lainnya. Pendeknya, sosialisme religius adalah masyarakat tanpa “exploitation del’homme par I’homme”, tanpa penghisapan oleh manusia atas manusia, seperti yang berulang-ulang kali dinyatakan Bung Karno.

Cap Islam komunis ataupun komunis islam adalah salah kaprah karena Misbach tidak pernah berbicara tentang komunisme islam yang seakan-akan islam banyak macamnya, seperti komunis islam, kapitalisme islam, dan Imperialisme Islam. Kesesuaian antara prinsip komunisme dan islam merupakan jalan melaksanakan ajaran islam sejati dan konsisten. Jadi menurut Misbach, mempraktekkan komunisme adalah mempraktekkan islam secara konsisten. Misbach memandang kapitalisme dan Imperialisme sebagai usaha lain dari “setan” untuk menjatuhkan kaum muslimim dari Allah, dan perjuangan kaum komunis melawan Imperialisme sebagai pembuktian kesetiaan kaum muslimin kepada Allah.

Sosialisme religius dalam Praktek perjuangan

Tak dapat dipungkiri, bahwa ide sosialisme indonesia telah menjadi konsep pemikiran hampir semua founding father’s kita dalam melawan kolonialisme dan mendirikan republik. Ide sosialisme religius pun turut bercokol, terlepas dari perdebatan ideologis yang masih melingkupinya, tapi dia merupakan salah satu yang membetuk bangsa (nation) kita.

4. Apa yang dimaksud Imperialisme, dan apa pula yang dimaksudkan dengan penjajahan di bidang ekonomi, politik dan Kebudayaan?

Imperialisme adalah tahap tertentu dalam sejarah kapitalisme, dimana ia merupakan kelanjutan perkembangan dan karakteristik dari kapitalisme itu sendiri. Pada tahap imperialisme, kapitalisme monopoli telah menggantikan kapitalisme persaingan bebas, maka sering dikatakan sebagai kapitalisme parasit atau kapitalisme yang membusuk. Salah satu bentuk dari kapitalisme monopoli dalam era imperialisme adalah pengusaan sumber-sumber bahan baku dan material oleh korporasi raksasa dan oligharkhi financial. Pertentangan antara negara-negara imperialis dengan negara terhisap (jajahan) menemukan bentuknya dalam relasi penghisapan seluruh sumber daya dan sumber alam negara dunia ketiga untuk dieksploitasi demi kemakmuran negara-negara maju dan korporasi besar

Penjajahan di bidang ekonomi adalah penguasaan seluruh sumber daya ekonomi (sumber daya alam, tenaga kerja, dan pasar) negeri jajahan oleh negeri imperialis. Di Indonesia, hal ini sangat nampak pada penguasaan sumber daya alam (migas, mineral, batubara, biji-besi, kehutanan, pertanian, perikanan, dan hasil bumi lainnya) oleh pihak asing, terutama korporasi besar, dengan mendapatkan persetujuan atau legitimasi dari pemerintahan di dalam negeri. Pemerintah yang menyetujui hal ini disebut antek imperialisme.

Penjajahan dibidang Politik adalah campur tangan lansung dan tidak lansung pihak asing dalam menentukan arah kebijakan pemerintahan, perundang-undangan, dan kebijakan-kebijakan politik lainnya, yang menyangkut kepentingan nasional. Utang luar negeri seringkali menjadi alat imperialis untuk mendikte pemerintahan dunia ketiga, melalui IMF, untuk memaksakan sejumlah kebijakan yang pro-pasar bebas kepada negara tersebut, seperti Letter of intent (L.o.I) di Indonesia.

Penjajahan di bidang Ekonomi adalah infilitrasi atau pemaksaan bentuk-bentuk dan nilai-nilai kebudayaan asing (penjajah) kepada massa rakyat negara dunia ketiga, yang melalui kaset, musik, film, buku-buku, industri seksual, majalah, dsb, yang mengajarkan konsumtifisme, individualisme, nihilisme, kebencian dan permusuhan, subjektifisme, irasionalisme, dan hal2 lain, yang bertujuan untuk merusak mental kolektif, jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Hal ini, terutama di kalangan anak remaja dan klas menengah ke atas, telah menciptakan semacam fetitisme social terhadap segala yang dianggap modern, padahal merupakan kebudayaan sampah.

5. Bisa dijelaskan problem pokok bangsa sekarang?

Masalah utama bangsa kita saat ini sudah begitu komplek (rumit). Tapi setidaknya, menurut saya, bahwa ada beberapa persoalan pokok yang mendesak di selesaikan oleh kita; pertama, system ekonomi neoliberalisme telah benar-benar merusak, bahkan telah mendorong kehidupan ekonomi rakyat pada taraf yang cukup dasar. Kita adalah negara dengan jumlah kemiskinan yang cukup besar, yaitu 49.5%--menurut Bank Dunia. kedua, kepemimpinan nasional sekarang ini tidak kuat dan mandiri, bahkan tidak sungkan-sungkan untuk melayani kepentingan asing di Indonesia. Ketiga, system politik demokrasi hanya dikuasai dan dimanfaatkan segelintir elit oligarki dan tidak menyertakan partisipasi politik rakyat sedikitpun.

6. Apa hubungan sosialisme religius dan imperialisme?

Imperialisme telah membagi bangsa-bangsa di dunia menjadi bangsa penghisap dan bangsa terhisap. Bangsa terhisap meliputi bangsa jajahan (masih dibawah kolonialisme fisik, seperti Palestina dan Irlandia Utara), bangsa semi jajahan, dan bangsa-bangsa yang masih tergantung kepada kekuatan ekonomi dan politik bangsa-bangsa penghisap.

Dalam situasi tersebut, maka sosialisme religius terserap pada dua pilihan; apakah memihak bangsa penghisap ataukah mendukung dan terlibat aktif dalam perjuangan bangsa terhisap. Dan, sosialisme religius menegaskan keberpihakan pada kemanusiaan, dan kesetaraan antar bangsa-bangsa di dunia. Sosialisme religius, tentu saja, merupakan bagian dari ideologi pembebasan nasional, seperti yang ditunjukkan dalam sejarah perjuangan anti-kolonialisme di Indonesia.

Di Amerika latin, dan terutama di Paraguay, teologi pembebasan –yang memiliki kesamaan dengan sosialisme religus---telah memenangkan selangkah dari pertempuran melawan dominasi imperialisme, dengan kemenangan Fernando Lugo, seorang uskup orang miskin.

Di timur tengah, dan terutama Lebanon, religius anti-imperialis juga berhasil mematahkan aliansi militer gabungan para agressor (AS, Israel, dll) yang berkehendak menundukkan kepala orang-orang lebanon atas pengaruh AS dan sekutunya.

Sosialisme religius berdiri dalam pembebasan nasional, ia bukan saja memperjuangkan kaum terhisap melawan penindasnya, tapi juga memperjuangkan pembebasan bangsa terhisap melawan bangsa penghisapnya, seperti yang ditunjukkan muhammad ketika melawan bangsa Quraish dan Yesus melawan kekaisaran Romawi.

7. Apa yang dimaksud pembebasan nasional?
Gerakan pembebasan nasional adalah perjuangan bangsa-bangsa jajahan, semi jajahan, dan bangsa terhisap untuk melepaskan diri dari dominasi dan kontrol bangsa penghisap, dan merebut hak-hak politik, ekonomi, sosial-budaya, sebagai bangsa mandiri, merdeka, berdaulat, dan setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Dengan pembebasan nasional, maka bangsa terjajah/terhisap memperoleh kebebasan, kedaulatan nasional, dan kebebasan dalam menjalankan kehidupan ekonomi, politik, dan kebudayaan, secara mandiri dan bermartabat.

Perjuangan pembebasan nasional mengikat kaum pekerja, tani, miskin kota, serta borjuis nasional prgoressif dan klas menengah, dalam sebuah aliansi/front sementara hingga terwujudnya tujuan politik tersebut.

8. Apa cita-cita politik Sosialisme Religius?

Cita-cita politik sosialisme religius adalah mewujudkan sosialisme indonesia modern, sebuah tatanam masyarakat yang berdasarkan pada kepemilikan bersama alat-alat produksi, penghilangan segala bentuk penghisapan, klas, dan segala bentuk diskriminasi sosial.

Sosialisme indonesia modern adalah sosialisme yang disesuikan dengan kondisi-kondisi khusus yang terdapat di Indonesia; bentuk alamnya, bentuk dan karakter rakyatnya, ada istiadat, serta psikologi dan kebudayaan nasional indonesia. Sosialisme indonesia harus modern, harus mengikuti bentuk-bentuk perkembangan modern, kemajuan teknik, kebudayaan, dan humanis. Sosialisme indonesia modern akan berbeda dengan sosialisme abad 19, yang memegang slogan liberte, egalite, dan fraternite, tapi berdasarkan sosialisme abad 21, yakni sosialisme indonesia yang humanis dan gotong royong.

Meskipun dikenal istilah “disesuaikan”, tetapi yang disesuaikan tersebut tetaplah sosialisme, bukan yang lain. Sosialisme indonesia modern bukan sekadar sosialisme dalam aspek ekonomi, tapi juga dalam aspek yang lain; politik dan kebudayaan. Hal tersebut berarti;

Sosialisme dalam lapangan ekonomi; alat-alat produksi harus dimiliki secara sosial, dan dikelolah secara kolektif untuk kemakmuran bersama-sama. Tidak perlu tabu! Bahkan UUD 1945, pasal 33, disebutkan; perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan berdasarkan atas asas kekeluargaan; cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negara; bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat”.

Sosialisme di lapangan politik, harus berarti kekuasaan sepenuh-penuhnya ditangan rakyat, terutama kaum buruh dan tani, dalam arti sesungguh-sesungguhnya. Rakyat yang akan merumuskan, mendiskusikan, dan memutuskan secara kolektif segala kebijakan ekonomi-politik, yang dilakukan melalui institusi-institusi kekuasaan rakyat mulai dari tingkatan terbawah hingga nasional.

Sosialisme dalam lapangan kebudayaan; menciptakan manusia indonesia yang benar-benar bermartabat, berpendidikan, pengetahuan, sehat secara mental dan jasmani, serta berkepribadian kuat. mencetak generasi muda yang memiliki motivasi, percaya diri, memiliki kemampuan berbicara dan memiliki kesadaran tinggi terhadap masalah-masalah sosial dan kolektif.

9. Bagaimana program sosialisme religius dalam menjawab persoalan kebangsaan saat ini?

Perjuangan sosialisme religius, setidaknya untuk situasi sekarang, dalam melawan imperialisme dan mewujudkan indonesia baru, yang lebih mandiri dan bermartabat, adalah;


1. NASIONALISASI ASET-ASET VITAL
Pemerintah harus menasionalisasi industri penghasil energi (minyak, gas dan batubara), tujuannya untuk memegang kendali terhadap produksi energi guna memenuhi kebutuhan energi didalam negeri. Nasionalisasi akan menghentikan aliran petro-dollar ketangan asing dan selanjutnya dimanfaatkan untuk investasi sosial yang produktif (pendidikan, kesehatan, sembako, perumahan, dll) dan membiayai pembangunan infrastruktur dan kegiatan perekonomian. Kepemilikan terhadap perusahaan migas berada ditangan negara, demikian pula dengan persoalan manajemen, operasional, dan target produksi akan ditentukan oleh negara.

Langkah-langkah yang harus dilakukan pemerintah Indonesia, sehubungan dengan pengelolaan migas;

a. mencabut UU nomor 21 tahun 2002 dan mengimplementasikan kebijakan hidrokarbon yang baru, yang menjamin kedaulatan negara atas energi. Seluruh kontrak pertambangan yang merugikan harus dibatalkan dan menyesuaikan dengan hukum dihidrokarbon yang baru.
b. Menaikkan penerimaan pemerintah dari sektor migas. pemerintah harus memperkenalkan skema production sharing yang adil dan menguntungkan, misalnya, pembagian keuntungan bersih 60:40 (Indonesia 60 dan asing 40), tidak ada lagi embel2 cost recovery, dll. Menaikkan keuntungan dari pajak rolalti yang bayarkan perusahaan trans-nasional. pemerintah bisa memberlakukan dua sistem pajak sekaligus, yakni; Pajak Penghasilan tambahan (Complementary Tax) dan Pajak Keuntungan (Profit Tax)
c. Konsep alih-tehnologi dengan keharusan bagi korporasi asing untuk memberikan pelatihan (training) secara konstan dan kontinyu kepada karyawan berkebangsaan Indonesia. selain itu, orang-orang Indonesia harus ditempatkan pada posisi-posisi penting agar mereka lebih mengerti manajemen dan kendali industri migas.
d. Perusahaan migas harus memberikan kontribusi khusus berupa investasi sosial terhadap masyarak sekitar perusahaan, berupa pelayanan pendidikan, kesehatan, sarana publik, dan lain-lain.
e. Keharusan memenuhi kebutuhan domestik harus dicantumkan dalam kontrak pertambangan. Pemerintah punya kewenangan memaksa perusahaan asing (dekrit) untuk memenuhi kebutuhan energi didalam negeri dengan harga terjangkau.
f. Pemerintah harus memperkuat Industri minyak negara dengan mengembalikan fungsi sosial dan politik pertamina sebagai BUMN. Pemerintah harus membersihkan mafia migas, insider trading, dan kasus korupsi dalam BUMN, sebagai prioritas khusus.
g. Pemerintah harus kembali kepada OPEC. Harus ada negosiasi ulang antara pemerintah Indonesia dan partnernya di OPEC, termasuk menyelidiki kemudahan2 kerjasama perminyakan dengan sesama anggota OPEC. Indonesia harus memperbaiki kredibilitasnya di OPEC dan mulai mengambil posisi penting dalam lembaga ini.

2. PENGHAPUSAN UTANG LUAR NEGERI

Outstanding utang luar negeri pemerintah pada tahun 2001 yang berjumlah 71, 377 juta dolar AS, pada tahun 2006 meningkat menjadi 74,126 juta dolar AS . Selama ini rasio utang luar negeri terhadap PDB mencapai 40-60% dan menghabiskan sekitar 30-40% dari anggaran APBN, jauh melampaui pendanaan untuk sector public, seperti pendidikan dan kesehatan. Selain itu, utang luar negeri yang dengan sengaja ditumpukkan oleh kaum imperialis bertujuan untuk mengikat leher kita agar bisa menjalankan scenario ekonomi yang mereka kehendaki.

Ada beberapa metode mengatasi utang:
I. Debt Swap (konversi Utang): diterapkan oleh Paris Club III, dengan enam skema, antara lain: debt swap for development (lingkungan dan pendidikan), debt equity swap, debt to repayment againt export delivery, debt swap to privatization, debt swap for FDI, dan debt to project investment swap. Sejauh ini, praktek debt Swap sudah dipraktekkan dengan Jerman, yakni Debt Swap for Education; proyek peningkatan mutu dan kualitas pendidikan.

II. Moratorium (Penundaan): keputusan pemerintah untuk menunda pembayaran utang, jikalau pembayaran itu menimbulkan kerusakan yang sulit diperbaiki terhadap kesejahteraan rakyat. Moratorium diberikan berdasarkan jangka waktu, paling minimal 10 tahun, disertai dengan pembekuan (freezed), reduksi beban bunga utang luar negeri (waiver).

III. Debt relief atau penghapusan sebagian utang luar negeri dari pemotongan sebagian utang pokok. Metode ini dilakukan oleh pemerintah Nigeria dan memperoleh pemotongan sebesar 67% dari total utangnya. Metode ini memakan waktu panjang dan mengharuskan beberapa persyaratan-persayatan, seperti situasi ekonomi yang memburuk (masuk kategori HIPC).

IV. Haircut utang: penghapusan komponen utang najis (oudious debt), yang dimaksud disini adalah utang yang dikorupsi oleh penguasa otoriter, atau utang yang tidak legitimate (tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya



3. MEMBANGUN DAN MEMPERKUAT INDUSTRI DALAM NEGERI

Prinsip pembangunan industri nasional adalah bertujuan untuk memperkuat industri dan memenuhi kebutuhan rakyat. Jika Industri dalam negeri kuat dan berkembang, maka ketergantungan dengan pihak asing akan berkurang.

Dalam kerangka ini, pembangunan Industri nasional meliputi;
1. Negara harus menghentikan privatisasi BUMN dan melakukan renasionalisasi terhadap BUMN yang telah diprivatisasi. Pemerintah harus memobilisasi modal dan SDM untuk memperkuat BUMN, disamping itu, secara intensif memberantas insider trading (brokerisasi) didalam tubuh BUMN.
2. Negara menjamin pasokan energi untuk setiap jenis Industri. Korporasi-korporasi besar penghasil energi (minyak, gas, dan batubara) harus diambil alih ke tangan negara untuk tercukupinya kebutuhan energi didalam negeri. Jika pemerintah belum sanggup melakukan nasionalisasi, maka pemerintah bisa saja meninjau ulang kontrak pertambangan dan memasukkan klausul soal keharusan bagi korporasi untuk memenuhi kebutuhan domestik, dengan harga yang diputuskan oleh pemerintah. Industri-industri bersifat strategis lainnya seperti industri listrik dan telekomunikasi, petrokimia, aluminium, baja, perusahaan penerbangan dan pelayaran, dan industri semen juga harus diambil alih oleh negara.
3. Negara harus menjamin ketersediaan bahan baku untuk Industri agar tetap berproduksi. Jika diperlukan, larangan ekspor terhadap jenis bahan baku tertentu dapat diberlakukan hingga kebutuhan domestik dapat terpenuhi.
4. membangun industri dasar dan infrastruktur ekonomi seperti Industri baja, industri semen, industri petrokomia, industri olahan untuk hasil pertanian---guna memberi nilai tambah bagi produk pertanian—dan lain sebagainya. Selain itu, pembangunan industri komponen bahan baku harus dilakukan guna menghilangkan ketergantungan terhadap impor komponen dari luar negeri.
5. menjamin pasar bagi produk industri tertentu, menerapkan proteksi terhadap jenis komoditi yang masih memiliki daya saing rendah dengan memberlakukan pajak dan cukai yang tinggi pada jenis komoditi yang sama, yang diimpor dari luar negeri. Negara harus membersihkan jalur distribusi dari para penyelundup, mafia, dan agen-agen birokrasi yang korup dan memberikan harga subsidi kepada rakyat agar terjangkau.
6. memberikan perhatian kepada industri kecil dan menengah dengan memberikan akses kredit mikro, ketersediaan bahan baku murah, dan jaminan ketersediaan pasar.
7. memajukan tenaga produktif pertanian di pedesaan dengan melakukan beberapa langkah;
a. kepemilikan tanah/lahan. Tanah-tanah yang kurang produktif karena tidak dikelolah harus didistribusikan kepada petani.
b. memberikan kredit murah dengan bunga sangat lunak bagi petani. pemerintah harus membangun Bank khusus bagi petani dan kaum perempuan di desa, guna menjamin kapital bisa terarah untuk produktifitas masyarakat didesa.
c. Membangun industri olahan hasil produk pertanian guna memberi nilai tambah petani dan industri pengadaan alat-alat pertanian seperti festisida, traktor, dan lain-lain. Untuk memberikan akses teknologi modern yang belum sanggup diproduksi didalam negeri, negara mesti mengurangi pajak impor untuk jenis teknologi pertanian tersebut.
d. Membangun lembaga penelitian, survey, dan pelatihan terhadap petani dalam hal pembibitan, pemberantasan hama, perbaikan kualitas, dan lain-lain.
e. Menjamin pasokan energi (gas) murah untuk perusahaan-perusahaan pupuk agar terus berproduksi; membuat larangan ekspor gas keluar negeri atau menaikkan pajak/cukai untuk eskpor gas.
f. Menjamin pasar bagi produk pertanian baik didalam negeri maupun di pasar internasional.
g. Melakukan intervensi terhadap pasar guna menjaga stabilisasi harga –harga komoditi pertanian agar tetap menguntunkan petani dan masyarakat diperkotaan.
8. Menaikkan kesejahteraan pekerja, pegawai negeri, dan prajurit rendahan (TNI/Polri) dengan menerapkan sistem pengupahan “Upah Minimum Nasional”, dengan perhitungan yang didasarkan pada Standar Hidup Layak empat kota industri (DKI Jakarta, Makassar, Medan, Samarinda) yang mewakili empat pulau terbesar di Indonesia.
9. Menjamin sumber daya manusia yang berkualitas dan menaikkan produktifitas mereka. Dalam konteks ini, pendidikan dan kesehatan ditanggung sepenuhnya oleh negara. Jaminan penyediaan gizi bagi masyarakat, tidak dipandang sebagai program belas kasihan untuk sebagian rakyat miskin (seperti program BLT atau raskin yang dilakukan pemerintah saat ini). Kebutuhan yang sangat mendasar tersebut harus diberlakukan secara umum sehingga, dapat diakses oleh seluruh warga negara. Pengecualian hanya berlaku bagi warga negara yang memiliki kemampuan lebih sehingga, memilih akses terhadap pendidikan dan kesehatan di luar fasilitas yang disediakan oleh negara.

Bersamaan dengan itu, ada upaya untuk melikuidasi semua produk hukum dan politik yang berbau imperialis, seperti UU nomor 22 tahun 2001, UU nomor 25 tahun 2007, tentang penanaman modal, UU nomor 13 tahun 2003, UU sumber daya air, dan produk hukum lainnya. Semua perjanjian-perjanjian dan kesepakatan yang menyangkut WTO dan lembaga-lembaga imperialis lainnya harus dibatalkan, sambil memikirkan model kerjasama perdagangan antara bangsa-bangsa dalam kerangka baru dengan prinsip kesetaraan dan solidaritas.

14 Januari 2009

4.800 pelanggaran HAM di Indonesia selama 2008

4.800 pelanggaran HAM
di Indonesia selama 2008 !


Bandung (ANTARA News-10 Desember 2008) - Sepanjang tahun 2008, Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) menerima 4.800 laporan tentang berbagai jenis pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia dari berbagai pihak.

"Dari 4800 kasus yang diterima Komnas HAM, dua persen merupakan kasus tentang pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan keyakinan," kata Komisioner Komnas HAM RI Sub Komisi Pengkajian, Ahmad Baso.
Menurutnya, jika dibandingkan tahun angka kasus tingkat pelanggaran HAM di Indonesia mengalami penurunan. "Untuk jumlah pelangaran HAM tahun lalu, saya tidak tahu secara rinci angkanya namun yang pasti tahun ini angka pelanggaran HAM berkurang,"katanya. Dikatakannya, dari 4800 kasus pelanggaran HAM sepanjang tahun 2008 yang diterima oleh Komnas HAM, ada lima hak yang paling banyak dilanggar oleh berbagai kalangan seperti hak warga sipil, hak sosial ekonomi dan politik serta hak kebijakan.

Oleh sebab itu, sebagai upaya meminimalisir jumlah tindak pelanggaran HAM pada tahun depan, pihaknya akan merivisi nota kesepahaman atau MoU antara Komnas HAM dengan pihak Kepolisian tentang penanganan pelanggaran HAM. "Saya harap, dengan direvisinya MoU ini, pihak kepolisian responsif dan aktif terhadap penanganan kasus pelanggaran HAM" ucapnya.

Sementara itu, Sekertaris Umum Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Suryadi, mengatakan, berdasarkan riset yang dilakukan oleh pihaknya ada tiga daftar teratas sebagai pelaku tindak kejahatan dan intoleransi terhadap kebebasaan beragama dan berkeyakinan di Indonesia sepanjang tahun 2008. Ketiga daftar pelaku tindak kejahatan dan intoleransi terhadap kebebasaan beragama dan berkeyakinan ialah ormas Front Pembela Islam (FPI), massa tidak dikenal, dan tokoh masyarakat.

Ia mengatakan, ada lima jenis hak yang paling banyak dilanggar, kelima hak itu ialah hak untuk berkumpul sebanyak 141 kasus, hak untuk beribadat sebanyak 138 kasus, hak atas rasa aman sebanyak 127 kasus, hak atas perlindungan sebanyak 130 kasus dan terakhir hak atas kebebasan dari hasutan dan kebencian 68 kasus. Rencananya, pada tanggal 15 Desember nanti, ia akan melaporkan secara resmi, hasil risetnya itu kepada Komnas HAM dan Persatuan Bangsa-Bangsa (kutipan berita Antara selesai)

Sudah begtu bobrokkah negara kita?

Membaca pengumuman Komnas HAM yang seperti disajikan di atas itu agaknya kita bisa geleng-geleng kepala sambil menggerutu atau mengumpat-umpat : sudah begini rusakkah bangsa kita dan sudah sampai begini bobrokkah negara kita, atau sudah begitu bejatkah moral dan iman sebagian manusia Indonesia? Yang jelas, kita tidak bisa lagi atau sama sekali tidak pantas lagi berkoar-koar dengan lantang bahwa bangsa kita adalah bangsa yang peradabannya tinggi.

Sebab, pelanggaran HAM sebanyak 4.800 setahun adalah banyak sekali, karena berarti setiap bulannya rata-rata 400, atau lebih dari 30 pelanggaran HAM seharinya. Namun, itu baru yang sudah dilaporkan kepada Komisi Nasional HAM saja. Dan juga baru yang besar-besar atau yang parah dan serius. Padahal banyak sekali segala jenis pelanggaran HAM yang dilakukan di berbagai provinsi, kabupaten, kota, bahkan kecamatan di banyak daerah di Indonesia. Banyak orang yang tidak mau, atau segan-segan, atau, bahkan, takut-takut melaporkan adanya pelanggaran HAM.

Dinyatakan oleh Komnas HAM bahwa dalam tahun 2008 ada 4.800, dan jumlah itu pun sudah berkurang dari jumlah tahun sebelumnya Ini berarti bahwa setiap tahun terjadi banyak sekali bermacam-macam pelanggaran HAM di negara kita. Dan, ironisnya lagi, pelanggaran HAM yang begitu banyak itu semasa rejim militer Orde aru masih terus juga terjadi ketika Suharto sudah dipaksa turun dari kekuasaannya, dan ketika sudah dikumandangkan dengan koar-koar adanya “reformasi” (yang ternyata gagal atau macet total itu).

Dari banyaknya pelanggaran HAM yang bermacam-macam setiap tahun itu, maka sama sekali tidak patutlah kalau di antara kita masih bisa mengatakan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang mulia dan luhur peradabannya. Sebab, menurut Komnas HAM, dalam tahun 2008 saja ada lima jenis hak yang paling banyak dilanggar. Kelima hak itu ialah hak untuk berkumpul sebanyak 141 kasus, hak untuk beribadat sebanyak 138 kasus, hak atas rasa aman sebanyak 127 kasus, hak atas perlindungan sebanyak 130 kasus dan terakhir hak atas kebebasan dari hasutan dan kebencian 68 kasus

Apalagi, sekali lagi apalagi (!) i, kalau kita periksa kembali pelanggaran HAM yang banyak, dan berat atau parah sekali, selama 32 tahun berkuasanya rejim militer yang bersifat fasis di bawah diktatur Suharto dkk, maka tidak pantaslah sama sekali bangsa kita dinamakan bangsa yang berbudi luhur dan berkebudayaan tinggi.Banyak sekali saksi-saksi hidup yang sekarang masih bertebaran di seluruh Indonesia, yang bisa menceritakan kembali tindakan-tindakan kejam dan tidak berperikemanusiaan terhadap orang-orang kiri dan pendukung Bung Karno, yang jumlahnya jutaan orang itu.

Organisasi-organisasi seperti (antara lain) Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rejim Orde Baru (LPR-KROB), Pakorba, YPKP, LPKP, IKOHI dan berbagai LBH, bisa mengajukan bukti-bukti nyata dan benar atau otentik tentang banyaknya dan juga seriusnya pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh rejim Orde Baru, yang ditulangpunggungi oleh militer (terutama TNI-AD) dan Golkar..

Dosa berat dan aib besar bangsa

Pelanggaran HAM rejim militer Orde Baru adalah kejahatan kemanusiaan yang luar biasa besarnya, luar biasa luasnya, luar biasa parahnya, dan luar biasa pula dampaknya atau akibatnya yang menyedihkan . Dalam sejarah dunia modern, tidak banyak tandingannya, kecuali Hitler (dari Jerman) dan Franco (dari Spanyol). Hendaknya sama-sama kita ingat bahwa puluhan juta anggota keluarga para korban terus-menerus mengalami berbagai macam penderitaan, dan lagi pula selama puluhan tahun !!! Yang sudah dibunuh atau dipenjarakan pada umumnya adalah orang-orang yang tidak bersalah apa-apa. Di antara mereka terdapat banyak orang-orang yang sudah ikut berjuang untuk kemerdekaan nasional dan membela kepentingan rakyat banyak.

Banyak sekali di antara mereka yang mendukung politik Bung Karno untuk menentang imperialisme (terutama AS), neo-kolonialisme, dan kapitalisme, dan ikut memperjuangkan masyarakat adil dan makmur, atau sosialisme à la Indonesia. Karenanya, pelanggaran HAM terhadap para pendukung politik Bung Karno itu merupakan dosa berat dan pengkhianatan besar terhadap rakyat Indonesia. Demi kepentingan anak cucu atau hari kemudian bangsa sudah semestinyalah kalau orang-orang yang bertanggungjawab atas pelanggaran HAM besar-besaran itu minta ma’af kepada keluarga para korban, dan berusaha untuk terwujudnya rehabilitasi bagi mereka.

Dengan permintaan ma’af dan mengakui kesalahan-kesalahan besar yang sudah dilakukan masa lalu maka bisa diusahakan adanya rekonsiliasi, yang memerlukan adanya rehabilitasi terlebih dulu. Pelanggaran HAM besar-besaran oleh Orde Baru (yang masih diteruskan sampai sekarang oleh berbagai pemerintahan pasca-Suharto) merupakan beban sejarah yang berat, dosa yang monumental, dan aib yang besar, bagi bangsa kita dan anak-cucu kita. Tidak ada gunanya sama sekali bagi bangsa kita untuk terus-menerus menggemboli beban, dosa dan aib besar yang membikin sakitnya bangsa ini. Makin cepat penyakit-penyakit ini sama-sama kita hilangkan atau kita berantas habis, makin baik bagi bangsa kita secara keseluruhan, juga untuk generasi kita di kemudian hari.

Mereka meng-kentuti HAM dan Pancasila

Melihat banyaknya dan juga parahnya bermacam-macam pelanggaran HAM seperti yang dilaporkan oleh Komnas HAM, nyatalah bahwa banyak golongan dalam negara kita yang sudah kehilangan pedoman untuk hidup bersama secara rukun, damai, tenteram, dalam suasana persaudaraan dan jiwa kekeluargaan sebagai sesama bangsa dan sebagai sesama manusia Banyaknya kejahatan atau pelanggaran HAM di bidang kebebasan beragama dan berkeyakinan, atau di bidang hak berkumpul, menunjukkan bahwa banyak orang dari berbagai golongan (baca : sebagian golongan Islam) yang tidak mengerti, atau tidak mau mengerti, atau menganggap sepi dan bahkan “meng-kentuti” atau meludahi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Dari pengalaman kita semua semenjak berkuasanya Suharto dkk, kita bisa sama-sama mengamati bahwa para tokoh-tokoh Orde Baru (yang terdiri dari kalangan militer dan Golkar terutama) pada umumnya adalah anti-Bung Karno dan karenanya juga anti-kiri. Mereka itu pada hakekatnta adalah anti-Pancasila (yang asli, yang menurut jiwa atau gagasan besar Bung Karno), walaupun sudah lebih dari 40 tahun lamanya terus-menerus kaok-kaok mengumbar kebohongan “menjunjung tinggi Pancasila”, atau “demokrasi Pancasila” , atau “penghayatan Pancasila”. atau “ekonomi Pancasila” dan bahkan “kesaktian Pancasila” !

Pancasila-nya Bung Karno lebih dulu dari PBB

Dosa berat atau kejahatan besar orang-orang Orde Baru adalah ajakan, hasutan, dorongan, komplotan dan jebakan mereka terhadap golongan-golongan dalam masyarakat Indonesia (antara lain: FPI, MMI dan sejenisnya) untuk bersikap anti-Bung Karno dan anti-Pancasila, yang berarti anti-kiri juga. Banyak berbagai pelanggaran HAM yang dilaporkan oleh Komnas HAM adalah pada pokoknya manifestasi yang gamblang dari pengkhianatan para pelakunya terhadap Pancasila (yang asli menurut jiwa dan ajaran Bung Karno) dan Bhinneka Tunggal Ika.

Kalau kita teliti kembali dengan cermat isi pokok-pokok Deklarasi Universal HAM PBB dan juga jiwa kalimat-kalimat dalam Pancasila maka kita akan bisa melihat bahwa isi yang utama Deklarasi Universal HAM PBB tercermin juga dalam Pancasila. Sebaliknya, jiwa sila-sila dalam Pancasila juga dapat ditemukan dalam Deklarasi Universal HAM PBB ( mengenai agama, peri kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi, keadilan sosial dll dll). Ini berarti bahwa Pancasila-nya Bung Karno adalah sejiwa dengan Deklarasi Universal HAM PBB., atau bahkan, Pancasilanya Bung Karno adalah satu dan senyawa dengan Deklarasi Universal HAM PBB.

Kalau kita ingat bahwa Bung Karno sudah mencetuskan Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945 (terkenal dengan Hari Lahirnya Pancasila) maka nyatalah betapa luas, jauh dan agungnya pemikirannya mengenai pedoman atau haluan yang begitu penting bagi bangsa dan negara kita. Apalagi, kalau kita perhatikan bahwa Bung Karno melahirkan Pancasila itu 3 tahun lebih dulu dari pada diumumkannya oleh PBB Deklarasi Universal HAM pada tanggal 10 Desember tahun 1948. Dari sudut ini saja kita bisa terheran-heran mengapa masih ada golongan atau kalangan (terutama pimpinan TNI-AD dan Golkar) yang tidak mengakui kebesaran jiwa Bung Karno dan bahkan mengkhianatinya. Dari sudut ini juga dapat dilihat bahwa pelanggaran HAM seperti yang dilaporkan oleh Komnas HAM adalah -- pada hakekatnya -- juga anti-Pancasila, dan juga bahwa anti-Bung Karno adalah ( sebenarnya ! ) anti-Pancasila.

Pasal-pasal Deklarasi Universal HAM PBB

Patutlah agaknya dicatat, bahwa pelanggaran HAM sebanyak 4 800 dalam tahun 2008 yang diumumkan oleh Komnas HAM adalah baru hanya sebagian kecil sekali saja dari pelanggaran HAM yang sebenarnya. Sebab, menurut Deklarasi Universal HAM PBB, yang juga ditandatangani oleh Republik Indonesia, antara lain menyebutkan sebagai berikut :


- Semua mahluk manusia dilahirkan secara bebas dan memiliki martabat dan hak yang sama. Mereka mempunyai kenalaran (reason) dan kesedaran (conscience) dan kewajiban untuk bertindak antara yang satu dan lainnya dalam semangat persaudaraan (in a spirit of brotherhood)..

- Semua orang berhak untuk memiliki hak dan kebebasan seperti yang dicantumkan dalam Deklarasi ini, tanpa perbedaan apa pun dalam hal ras, warna kulit, kelamin, bahasa, agama, opini politik atau pun opini lainnya, asal kebangsaan atau asal sosial, perbedaan kekayaan, kelahiran atau status lainnya

- Tidak seorang pun boleh disiksa (torture) atau mendapat hukuman dan perlakuan yang kejam, tidak berperikemanusiaan dan merendahkan martabat manusia (cruel, inhuman or degrading treatment).

- Seorang pun tidak boleh secara sewenang-wenang ditangkap, ditahan atau di-exilkan (arbitrary arrest, detention or exile).

- Semua orang berhak untuk mempunyai kebebasan fikiran, keyakinan dan agama (freedom of thought, conscience and religion). Hak ini mencakup kebebasan untuk mengganti agama atau kepercayaannya, dan kebebasan untuk secara sendirian atau bersama-sama dengan orang lain, baik di depan umum maupun di tempat tersendiri (private) memanifestasikan agamanya atau kepercayaannya lewat pendidikan, praktek, sembahyang dan upacara (worship and observance).

- Semua orang mempunyai hak atas kebebasan berfikir dan menyatakan pendapat (the right to freedom of opinion and expression); hak ini mencakup kebebasan untuk mempunyai pendapat tanpa mendapat gangguan (to hold opinions without interference) dan kebebasan untuk mencari, memperoleh dan menyebarkan informasi dan gagasan (to seek, receive and impart information and ideas), lewat media yang manapun dan tanpa memandang perbatasan negara.

- Semua orang mempunyai hak untuk menyelenggarakan rapat atau perkumpulan yang bertujuan damai ((peaceful assembly and association). 2. Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk menjadi anggota sesuatu perkumpulan.

- Setiap orang mempunyai hak untuk bekerja, untuk menentukan pilihan pekerjaannya secara bebas, untuk bekerja dengan syarat-syarat yang adil dan mendapat perlindungan dari bahaya pengangguran. 2. Setiap orang, tanpa diskriminasi apa pun, berhak untuk menerima upah yang sama untuk pekerjaan yang sama. 3. Setiap orang yang bekerja mempunyai hak untuk menerima upah yang adil dan menguntungkan untuk memberikan jaminan baginya sendiri dan keluarganya atas kehidupan yang sesuai dengan martabat manusia, dan ditambah, kalau perlu, dengan cara-cara proteksi sosial lainnya. 4. Setiap orang mempunyai hak untuk membentuk serikat-buruh atau bergabung di dalamnya (to form and to join trade unions) demi melindungi kepentingannya.

- Setiap orang mempunyai hak atas standar hidup yang memadai bagi kesehatan dirinya dan keluarganya, termasuk makan, pakaian, perumahan, pengobatan, dan pelayanan sosial, dan atas jaminan dalam menghadapi pengangguran, sakit, cacad, kematian suami atau istri (widowhood), hari-tua, atau menghadapi situasi kehidupan sulit yang di luar kemauannya.

- Setiap orang mempunyai hak atas pendidikan. Pendidikan haruslah bebas beaya, setidak- tidaknya bagi pendidikan tahap elementer (elementary stage) dan dasar. Pendidikan dasar haruslah wajib. Pendidikan teknik dan kejuruan (professional) haruslah tersedia untuk umum dan pendidikan tinggi harus terbuka bagi semua dengan hak yang sama berdasarkan merit masing-masing. 2. Pendidikan harus diarahkan untuk pengembangan sepenuhnya kepribadian seseorang sebagai manusia (full development of the human personality) dan untuk memperkokoh dihargainya hak-hak manusia dan kebebasan-kebebasan dasar (fundamental freedoms). Pendidikan ini harus mempromosikan saling pengertian, toleransi dan persahabatan antara semua bangsa, grup sosial atau agama, dan memperkuat aktivitas PBB untuk mempertahankan perdamaian. 3. Orang tua anak mempunyai hak yang utama (prior right) untuk memilih jenis pendidikan yang harus diberikan kepada anak mereka.

- Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakatnya di mana dimungkinkan pengembangan kepribadiannya secara bebas dan sepenuhnya. 2. Dalam mempertahankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus dikenakan pembatasan oleh undang-undang yang tujuannya adalah semata-mata untuk mengakui dan menghormati secara selayaknya hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan moral, ketertiban umum dan kesejahteraan bersama dalam suatu masyarakat demokratis. 3. Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini tidak dapat, bagaimana pun juga, dijalankan secara berlawanan dengan tujuan dan prinsip-prinsip PBB. (kutipan Deklarasi PBB selesai)

Kembali kepada ajaran-ajaran Bung Karno

Dengan menyajikan kutipan dari sebagian Deklarasi Universal HAM PBB (yang seluruhnya terdiri dari 30 pasal) maka kelihatanlah secara jelas sekali bahwa negara dan bangsa Indonesia masih jauh sekali belum bisa mewujudkan berbagai ketentuan-ketentuan yang dicantumkan oleh PBB. Bermacam-macam pelanggaran HAM berat yang banyak terjadi selama rejim militer Orde Baru (yang sebagiannya juga diteruskan oleh pemerintahan-pemerintahan sesudah Suharto) dewasa ini ditambah menjadi lebih parah lagi dengan melonjaknya kemiskinan yang meluas, pengangguran yang membengkak, permusuhan antar-etrnis, perselisihan antar agama, kelaparan yang melanda berbagai daerah, pencurian kekayaan negara dan rakyat lewat korupsi dan penyakit-penyakit lainnya. Dan yang menyedihkan sekali adalah tipisnya harapan bahwa keadaan yang serba semrawut dan membusuk ini akan bisa diperbaiki -- dalam jangka dekat pula - oleh sistem politik yang dijalankan oleh partai-partai yang berkuasa sekarang ini.

Dalam menghadapi situasi negara dan bangsa yang menyedihkan seperti dewasa ini, adalah sangat perlu bagi kita semua ingat kembali kepada politik pro-rakyat yang anti-imperialisme dan anti-kapitalisme yang diajarkan Bung Karno, untuk menjadikan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai senjata bangsa dalam mewujudkan secara gotong-royong masyarakat adil dan makmur, yang berdasarkan sosialisme à la Indonesia.

ditulis oleh UMAR SAID

13 Januari 2009

Dunia Ketiga Harus Bersatu Atau Mati

Fidel Castro

Pengelompokan negeri-negeri dunia ketiga di Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah Kelompok-77 (G77), yang dibentuk tahun 1964 dan kini berjumlah 133 negeri. Pada pertengahan April tahun 2000, bangsa-bangsa yang mewakili mayoritas rakyat sedunia ini bertemu di Havana, Kuba, dan mengeluarkan proklamasi yang sangat kritis terhadap kebijakan Bank Dunia (WB) dan Dana Moneter Internasional (IMF). Pidato berikut oleh Presiden Kuba saat itu Fidel Castro disambut dengan tepukan tangan yang menggeluruh pada saat KTT G77, tapi pers di AS tidak meliput pidato Castro maupun kritik lainnya yang berasal dari G77.

Belum pernah umat manusia memiliki potensi ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian hebatnya dengan kapasitas yang luar biasa untuk menghasilkan kekayaan dan kesejahteraan, namun belum pernah pula terdapat kesenjangan dan ketaksetaraan yang begitu mendalam di dunia.

Keajaiban teknologi yang telah menyusutkan planet ini dalam hal komunikasi dan jarak, kini hadir bersamaan dengan jurang yang semakin lebar memisahkan kekayaan dan kemiskinan, pembangunan dan ketertinggalan.

Globalisasi adalah realitas obyektif yang menggarisbawahi kenyataan bahwa kita semua adalah penumpang dalam kapal yang sama - planet ini di mana kita semua bertempat tinggal. Tapi penumpang kapal ini melakukan perjalanan dalam kondisi yang sangat berbeda.

Sejumlah kecil minoritas melakukan perjalanan dalam kabin mewah yang dilengkapi dengan internet, telepon seluler dan akses terhadap jaringan komunikasi global. Mereka menikmati makanan yang bergizi, berlimpah dan seimbang berikut persediaan air bersih. Mereka memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan yang canggih dan seni budaya.

Sejumlah besar mayoritas yang menderita melakukan perjalanan dalam keadaan yang menyerupai perdagangan budak yang menakutkan dari Afrika ke Amerika dalam masa kolonial kami yang lalu. Jadi, 85 persen penumpang kapal ini disesakan ke dalam lambung kapal yang kotor, menderita kelaparan, penyakit, dan tak mendapat pertolongan.

Tentunya, kapal ini mengangkut terlalu banyak ketidak-adilan sehingga tidak akan terus mengapung, mengejar rute yang begitu tak rasional dan tak masuk akal sehingga tidak akan selamat sampai di pelabuhan. Kapal ini tampak ditakdirkan untuk karam menabrak bongkah es. Bila itu terjadi, kita semua akan tenggelam di dalamnya.

Para kepala negara dan pemerintahan yang bertemu di sini, yang mewakili mayoritas besar manusia yang mengalami penderitaan, tidak saja berhak tapi juga berkewajiban mengambil kepemimpinan dan mengoreksi arah perjalanan yang menuju bencana. Adalah tugas kita untuk mengambil tempat kita yang selayaknya sebagai pemimpin kapal dan menjamin bahwa semua penumpang dapat melakukan perjalanan dalam kondisi solidaritas, setara dan adil.

Dogma Pasar Bebas

Selama dua dekade, Negeri Dunia Ketiga telah berulangkali mendengarkan diskursus tunggal yang simplistik, sementara hanya terdapat satu kebijakan tunggal. Kita telah diberitahu bahwa pasar yang terderegulasi, privatisasi maksimum dan penarikan-diri negara dari aktivitas ekonomi merupakan prinsip-prinsip terampuh yang kondusif terhadap pembangunan ekonomi dan sosial.

Dalam dua dekade terakhir, segaris dengan ini, negeri-negeri maju, terutama Amerika Serikat, perusahaan transnasional besar yang diuntungkan oleh kebijakan di atas dan Dana Moneter Internasional (IMF) telah merancang tatanan ekonomi dunia yang paling merugikan kemajuan negeri-negeri kita dan paling tidak berkesinambungan dalam melindungi masyarakat dan lingkungan hidup.

Globalisasi telah dicengkram erat oleh pola-pola neoliberalisme; maka, bukanlah pembangunan yang menjadi global melainkan kemiskinan; bukanlah saling menghormati kedaulatan nasional negara-negara kita tapi pelanggaran sikap saling menghormati tersebut; bukannya solidaritas antara rakyat tapi sauve-qui-peut [masing-masing orang memikirkan dirinya sendiri] dalam kompetisi tak adil yang berlangsung di pasar.

Dua dekade dari apa yang disebut dengan penyesuaian struktural neoliberal telah memberikan kita kegagalan ekonomi dan bencana sosial. Adalah tugas para politikus yang bertanggung-jawab untuk menghadapi situasi yang menyulitkan ini dengan mengambil keputusan yang tak dapat dihindarkan dan kondusif untuk menyelamatkan Dunia Ketiga dari gang buntu.

Kegagalan ekonomi sudah terbukti. Di bawah kebijakan neoliberal, ekonomi dunia mengalami pertumbuhan global antara 1975 dan 1998 yang besarnya tidak mencapai setengah tingkat pertumbuhan yang diraih antara tahun 1945 dan 1975 dengan kebijakan regulasi pasar Keynesian dan partisipasi aktif negara dalam ekonomi.

Di Amerika Latin, di mana neoliberalisme diterapkan dengan ketat menurut doktrinnya, pertumbuhan ekonomi dalam tahap neoliberal lebih rendah daripada yang dicapai dalam kebijakan pembangunan negara sebelumnya. Setelah Perang Dunia II, Amerika Latin tidak memiliki utang tapi sekarang kita berutang sebesar hampir $1 trilyun. Inilah jumlah utang per kapita terbesar di dunia. Kesenjangan pendapatan antara miskin dan kaya di wilayah ini adalah yang terbesar di dunia. Terdapat lebih banyak rakyat miskin, menganggur, dan lapar di Amerika Latin pada saat ini dibandingkan pada saat mana pun dalam sejarahnya.

Di bawah neoliberalisme, ekonomi dunia tidaklah berkembang lebih cepat dalam hal-hal yang riil; justru terjadi lebih banyak ketakstabilan, spekulasi, utang luar negeri dan pertukaran yang tidak adil. Begitu juga, terdapat kecenderungan lebih besar bagi lebih sering terjadinya krisis finansial, sementara kemiskinan, ketaksamaan dan jurang antara negeri Utara yang kaya dan negeri Selatan yang jadi korban penjarahan terus melebar.

Krisis, ketakstabilan, gejolak dan ketakpastian merupakan kata-kata yang paling umum digunakan dalam dua tahun terakhir untuk menggambarkan tatanan ekonomi dunia.

Deregulasi yang menyertai neoliberalisme dan liberalisasi rekening kapital memberikan dampak negatif yang mendalam terhadap ekonomi dunia di mana berkembang subur spekulasi mata-uang asing dan pasar derivativ; sementara transaksi harian yang kebanyakan spekulatif, besarnya tak kurang dari 3 trilyun dolar AS.

Negeri-negeri kita dituntut untuk lebih transparan dalam informasi dan lebih efektif dalam pengawasan bank tapi institusi finansial seperti hedge funds tidak perlu membuka informasi tentang aktivitasnya, dan sepenuhnya tak teregulasi dan menjalankan operasi yang melebihi semua cadangan devisa yang dimiliki oleh negeri-negeri Selatan.

Dalam atmosfir spekulasi yang tak terkendali, pergerakan kapital jangka-pendek membuat negeri-negeri Selatan rentan terhadap ancaman di masa depan. Dunia Ketiga dipaksa untuk menahan sumber daya finansialnya dan semakin banyak berhutang untuk mempertahankan cadangan devisa mata uang asing dengan harapan dapat digunakan untuk bertahan dari serangan spekulator. Sebesar 20% pemasukan kapital dalam beberapa tahun belakangan ditahan sebagai cadangan devisa tapi mereka tidak cukup untuk mempertahankan diri dari serangan-serangan tersebut sebagaimana dibuktikan dalam krisis finansial baru-baru ini di Asia Tenggara.

Saat ini, cadangan devisa Bank-bank Sentral di dunia sebesar 727 milyar dolar AS berada di Amerika Serikat. Ini menciptakan paradoks bahwa dengan cadangan devisanya, negeri-negeri miskin memberikan pendanaan murah berjangka-panjang kepada negeri terkaya dan terkuat di dunia, padahal cadangan devisa tersebut dapat diinvestasikan dalam pembangunan ekonomi dan sosial.

Tuntut Pembubaran IMF

Bila Kuba berhasil menjalankan pendidikan, layanan kesehatan, budaya, ilmu pengetahuan, olah-raga dan program-program lainnya dengan sukses, yang mana hal ini tidak lagi dipertanyakan oleh dunia, meskipun selama empat dekade diblokade ekonomi, dan melakukan revaluasi mata uangnya terhadap dolar AS sebanyak tujuh kali dalam lima tahun terakhir, itu berkat posisi istimewanya sebagai non-anggota Dana Moneter Internasional (IMF).

Suatu sistem finansial yang dengan paksa menahan mobilisasi sumber daya yang demikian besar, yang amat dibutuhkan oleh negeri-negeri itu untuk melindungi diri dari ketakstabilan yang diakibatkan oleh sistem tersebut, yang menyebabkan rakyat miskin mendanai kaum kaya - itu harus dihapuskan.

Dana Moneter Internasional adalah organisasi yang melambangkan sistem moneter saat ini dan Amerika Serikat menikmati hak veto terhadap segala keputusannya. Terkait krisis finansial terakhir, IMF menunjukkan ketidakmampuan dalam membayangkan apa yang akan terjadi dan telah menangani situasi dengan ceroboh. Ia menerapkan klausa persyaratan yang melumpuhkan kebijakan pembangunan sosial pemerintah sehingga menciptakan bencana domestik yang serius dan menghalangi akses terhadap sumber daya yang penting justru ketika mereka sedang paling dibutuhkan.

Sudah saatnya negeri-negeri Dunia Ketiga menuntut keras pembubaran institusi yang tidak memberikan stabilitas kepada ekonomi dunia maupun berfungsi memberikan dana pencegahan kepada peminjamnya untuk menghindari krisis likuiditas; sebaliknya, ia justru melindungi dan menolong para pemberi pinjaman.

Di manakah letak kerasionalan dan etika dari suatu tatanan moneter internasional yang memungkinkan segelintir teknokrat, yang posisinya bergantung pada dukungan Amerika, untuk merancang di Washington program-program ekonomi yang identik untuk diterapkan ke dalam beragam negeri untuk menghadapi problem-problem spesifik Dunia Ketiga?

Siapa yang bertanggung-jawab ketika program-program penyesuaian menghadirkan kekacauan sosial, sehingga melumpuhkan dan mendestabilisasi bangsa-bangsa yang memiliki sumber daya manusia dan alam yang besar, seperti kasus Indonesia dan Ekuador?

Adalah suatu keharusan yang krusial bagi negeri-negeri Dunia Ketiga untuk mengupayakan pembubaran institusi sinister tersebut, dan filosofi yang dipertahankannya, untuk digantikan dengan badan regulasi finansial internasional yang akan beroperasi atas landasan demokratik di mana tak satu pun memilik kekuasaan veto; sebuah institusi yang tak hanya mempertahankan para kreditor kaya dan menerapkan syarat-syarat yang mengintervensi, tapi akan memungkinkan penerapan regulasi pasar finansial untuk menghentikan spekulasi liar.

Cara yang mungkin untuk ini adalah menerapkan - bukannya pajak sebesar 0,1 persen terhadap transaksi finansial spekulatif sebagaimana diusulkan dengan brilian oleh Mr Tobin - tapi pajak sebesar minimum 1 persen yang akan memungkinkan pembentukan dana yang besar, yang melebihi $1 trilyun pertahunnya untuk menggalakkan pembangunan yang berkelanjutan dan komprehensif di Dunia Ketiga.

Utang Dunia Ketiga Sudah Dilunasi

Utang-utang luar negeri dari negeri kurang berkembang telah melebihi $2,5 trilyun dan dalam tahun 1990an itu telah bertambah dengan lebih berbahaya dibandingkan tahun 1970an. Sebagian besar dari utang baru tersebut dapat dengan mudah berpindah tangan dalam pasar sekunder; ia saat ini lebih tersebar luas dan lebih susah untuk dijadwal ulang.

Sebagaimana telah kami katakan sejak 1985: Utang tersebut sudah dilunasi, bila kita memperhatikan cara pembayarannya, peningkatan yang cepat dan semena-mena terhadap tingkat suku bunganya dalam dolar AS pada tahun 1980an dan penurunan harga komoditas dasar - suatu sumber pendapatan fundamental bagi negeri-negeri berkembang. Utang tersebut terus memakan dirinya sendiri dalam suatu lingkaran setan di mana uang dipinjam untuk membayar bunga dari utang lama.

Saat ini, terlihat lebih jelas bahwa utang bukanlah persoalan ekonomi tapi politik, oleh karena itu, ia membutuhkan solusi politik. Tidaklah mungkin menutup mata dari kenyataan bahwa solusi terhadap problem ini harus berasal dari mereka yang memiliki sumber daya dan kekuasaan, yakni, negeri-negeri kaya.

Inisiatif Pengurangan Utang Negeri-negeri Miskin (Heavily Indebted Poor Countries Debt Reduction Initiative - HIPC) menunjukkan nama yang besar tapi hasil yang kecil. Ia hanya dapat digambarkan sebagai upaya konyol untuk menghapus 8,3 persen total utang negeri-negeri Selatan. Hampir empat tahun setelah penerapannya hanya empat di antara tiga-puluh-tiga negeri termiskin telah menyusuri proses yang rumit hanya untuk menghapus angka yang tak seberapa sebesar $2,7 milyar, yakni sepertiga dari jumlah uang yang dibelanjakan Amerika Serikat untuk kosmetik tiap tahunnya.

Saat ini, utang luar negeri adalah rintangan terbesar bagi pembangunan dan bom waktu yang siap meledakkan fondasi ekonomi dunia saat krisis ekonomi.

Sumber daya yang dibutuhkan sebagai solusi yang mengarah pada akar permasalahan ini tidaklah besar bila dibandingkan dengan kekayaan dan pembelanjaan negeri-negeri kreditor. Tiap tahun $800 milyar digunakan untuk membiayai persenjataan dan pasukan, bahkan setelah usai Perang Dingin, sementara tak kurang dari $400 milyar dihabiskan untuk narkotika, dan milyaran lainnya untuk publisitas komersial yang menciptakan alienasi yang sebanding dengan narkotika.

Sebagaimana telah kami katakan sebelumnya, pada kenyataannya, utang luar negeri Dunia Ketiga adalah tak dapat dibayarkan dan tak dapat dipungut.

Perdagangan Dunia

Di tangan negeri-negeri kaya, perdagangan dunia adalah alat dominasi. Di bawah globalisasi neoliberal, perdagangan telah memelihara ketimpangan dan menjadi ruang penyelesaian sengketa antara negeri-negeri maju dalam upaya mereka mengontrol pasar pada saat ini maupun masa depan.

Diskursus neoliberal menyarankan liberalisasi komersial sebagai formula terbaik dan satu-satunya bagi efisiensi dan perkembangan. Sementara neoliberalisme terus menerus mengulangi diskursusnya tentang peluang yang diciptakan oleh pembukaan perdagangan, partisipasi negeri-negeri miskin dalam ekspor dunia menurun pada tahun 1998 dibandingkan tahun 1953. Brasil dengan area 3,2 juta mil persegi, penduduk sebesar 168 juta dan nilai ekspor sebesar $51,1 milyar pada 1998, ekspornya lebih sedikit dibandingkan Belanda yang berarea 12.978 mil persegi, dengan populasi 15,7 juta dan nilai ekspor sebesar $198,7 pada tahun yang sama.

Liberalisasi perdagangan pada intinya terdiri atas penyingkiran instrumen proteksi negeri-negeri Selatan secara sepihak (unilateral). Sementara, negeri-negeri berkembang tidak bisa melakukan hal yang serupa untuk membolehkan ekspor-ekspor Dunia Ketiga memasuki pasar mereka.

Bangsa-bangsa yang kaya telah membangun liberalisasi dalam sektor-sektor strategis yang diasosiasikan dengan teknologi maju - jasa, teknologi informasi, bioteknologi, dan telekomunikasi - di mana mereka menikmati keuntungan besar yang semakin meningkat dengan deregulasi pasar.

Di sisi lain, pertanian dan tekstil, dua sektor yang secara khusus signifikan bagi negeri-negeri kita, tidak mampu menyingkirkan rintangan yang telah disetujui dalam Putaran Uruguay karena ini bukanlah kepentingan negeri-negeri maju.

Dalam OECD [Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi], kelompok negeri-negeri terkaya, tarif rata-rata yang diterapkan pada ekspor manufaktur dari negeri-negeri kurang berkembang adalah empat kali lebih tinggi daripada yang diterapkan pada negeri anggota kelompok tersebut. Tembok penghalang antara tarif dan non-tarif sesungguhnya telah ditegakkan untuk menyingkirkan produk-produk negeri Selatan.

Komoditas dasar tetaplah rantai terlemah perdagangan dunia. Bagi 67 negeri Selatan, komoditas semacam itu berjumlah setidaknya lima puluh persen pendapatan ekspornya. Gelombang neoliberal telah menyapu skema pertahanan yang termuat dalam panduan (terms of reference) komoditas dasar. Diktum supremasi pasar tak dapat mentolerasi distorsi apa pun, dengan demikian Kesepakatan Komoditas Dasar (Basic Commodities Agreements) dan formula lainnya yang membahas ketimpangan pertukaran (unequal exchange) ditinggalkan begitu saja. Atas alasan inilah maka kini daya beli komoditas seperti gula, kokoa, kopi dan lainnya hanya dua puluh persen dari angka sebelumnya pada 1960; akibatnya, pendapatan penjualan bahkan tidak menutupi biaya produksi.

Perlakuan khusus dan berbeda bagi negeri-negeri miskin telah dipandang sebagai, bukannya tindakan adil dan kebutuhan yang tak dapat diabaikan, melainkan tindakan kemurahan hati yang hanya sementara. Sesungguhnya, perlakuan berbeda bagi negeri-negeri miskin bukan saja merupakan pengakuan terhadap perbedaan besar dalam perkembangan tiap negeri, sehingga mencegah digunakannya penggaris yang sama bagi negeri kaya dan miskin, tapi juga menyadari masa lalu kolonial yang menuntut kompensasi.

Signifikansi Perlawanan di Seattle

Kegagalan pertemuan WTO di Seattle menunjukkan bahwa kebijakan neoliberal menciptakan oposisi yang semakin intensif di antara semakin banyak rakyat, baik di negeri Selatan dan Utara. Amerika Serikat mempresentasikan Putaran Negosiasi Perdagangan yang seharusnya dimulai di Seattle sebagai langkah liberalisasi perdagangan yang lebih maju, padahal negeri itu masih memberlakukan Akta Perdagangan Asing-nya sendiri yang agresif dan diskriminatif. Akta tersebut menyertakan peraturan seperti "Super 301", sebuah pertunjukkan diskriminasi dan ancaman yang sesungguhnya dalam menerapkan sangsi bagi negeri-negeri lainnya atas alasan yang berkisar dari asumsi bahwa suatu negeri menerapkan rintangan untuk menolak produk-produk Amerika, hingga penilaian yang sewenang-wenang dan sering kali sinis oleh pemerintah AS terkait situasi hak asasi manusia di negeri-negeri lainnya.

Di Seattle, terjadi perlawanan terhadap neoliberalisme. Preseden terkininya adalah penolakan terhadap penerapan Multilateral Agreement on Investments (MAI). Ini menunjukkan bahwa fundamentalisme pasar yang agresif, yang telah mengakibatkan kerusakan besar terhadap negeri-negeri kami, menghadapi penolakan sedunia yang keras dan sudah sepantasnya.

Jurang Teknologi

Dalam sebuah ekonomi global di mana pengetahuan adalah kunci bagi pembangunan, jurang teknologi antara Utara dan Selatan cenderung melebar dengan meningkatnya privatisasi penelitian ilmiah dan hasil-hasilnya.

Negeri-negeri maju di mana berdiam lima belas persen penduduk dunia, pada saat ini mengonsentrasikan delapanpuluh-delapan persen pengguna Internet. Terdapat lebih banyak komputer di Amerika Serikat dibandingkan dengan gabungan seluruh jumlah komputer di negeri lainnya di dunia. Negeri-negeri kaya mengontrol sembilanpuluh-tujuh persen hak paten secara global dan menerima lebih dari sembilan-puluh persen hak lisensi internasional, sementara bagi banyak negeri-negeri Selatan penerapan hak milik intelektual tidaklah eksis.

Dalam riset swasta, elemen lukratif (keuntungan besar) mendahului pertimbangan kebutuhan; hak milik intelektual menjadikan pengetahuan berada di luar jangkauan negeri-negeri kurang berkembang, dan legislasi tentang hak paten tidak mengakui transfer pengetahuan atau pun sistem kepemilikan tradisional yang begitu penting di Selatan. Penelitian oleh swasta berfokus pada kebutuhan konsumen yang kaya.

Vaksin telah menjadi teknologi yang paling efisien untuk mempertahankan pembelanjaan kesehatan yang rendah karena dapat mencegah penyakit dengan hanya menggunakan satu dosis. Walau begitu, karena itu memberikan profit yang rendah, vaksin dikesampingkan untuk mengutamakan pengobatan yang membutuhkan dosis berulang kali dan memberikan keuntungan finansial yang lebih tinggi.

Pengobatan baru, bibit terbaik, dan, pada umumnya, teknologi terbaik telah menjadi komoditas yang harganya hanya dapat dijangkau oleh negeri-negeri kaya.

Akibat sosial yang suram dari perlombaan neoliberal menuju bencana ini sudah ada di depan mata. Dalam seratus negeri, pendapat perkapita lebih rendah dibandingkan lima belas tahun lalu. Pada saat ini, 1,6 milyar orang bernasib lebih buruk dibandingkan pada awal 1980an.

Lebih dari 820 juta orang kekurangan gizi dan 790 juta di antaranya hidup di Dunia Ketiga. Diperkirakan 507 milyar orang yang hidup di Selatan saat ini tidak akan menyaksikan ulang-tahunnya yang ke-40.

Dalam negeri-negeri Dunia Ketiga yang terwakili di sini, dua dari lima anak menderita hambatan pertumbuhan dan satu dari tiga menderita kekurangan berat badan; 30.000 anak yang dapat diselamatkan, tiap harinya menderita sekarat; 2 juta anak perempuan terpaksa menjalani prostitusi; 130 juta anak tidak memiliki akses terhadap pendidikan dasar dan 250 juta anak di bawah 15 tahun terpaksa bekerja. Tatanan ekonomi dunia berfungsi baik bagi dua puluh persen penduduknya tapi mengabaikan, memojokkan dan memperburuk delapan puluh persen sisanya.

Kita tak dapat begitu saja memasuki abad baru dalam barisan akhir yang terbelakang, miskin, dan tereksploitasi; korban rasisme dan xenofobia dihalangi dari akses pengetahuan, dan menderita alienasi budaya kita akibat pesan-pesan asing berorientasi-konsumerisme yang diglobalisasikan oleh media.

Bagi Kelompok 77, ini bukanlah saat untuk mengemis dari negeri-negeri maju atau untuk patuh, mengalah, atau saling menghancurkan. Inilah saatnya untuk mengembalikan semangat berlawan kita, kesatuan dan kohesi kita dalam mempertahankan tuntutan kita.

Lima puluh tahun lalu kita diberikan janji bahwa suatu hari nanti tidak akan ada lagi jurang antara negeri-negeri maju dan kurang-berkembang. Kita dijanjikan roti dan keadilan; tapi hari ini kita memiliki semakin sedikit roti dan semakin banyak ketidakadilan.

Dunia dapat diglobalisasi di bawah kekuasaan neoliberalisme, tapi tidaklah mungkin menguasai milyaran lebih orang yang lapar akan roti dan haus akan keadilan. Gambaran ibu-ibu dan anak-anak di bawah derita kekeringan dan bencana lainnya di seluruh wilayah Afrika mengingatkan kita akan kamp konsentrasi di Jerman Nazi; mereka mengembalikan memori tentang tumpukan mayat dan orang sekarat, perempuan, dan anak-anak.

Perlu digelar semacam Nuremberg untuk mengadili tatanan ekonomi yang dipaksakan ke kita: sebuah sistem yang dengan menggunakan kelaparan dan penyakit yang tersembuhkan telah membunuh lelaki, perempuan, dan anak-anak tiap tiga tahun dalam jumlah yang melebihi korban jiwa Perang Dunia II yang berlangsung enam tahun.

Di Kuba kami biasa berkata: "Merdekalah Tanah Air atau Mati!" Pada KTT Dunia Ketiga ini kita akan harus berkata: "Bersatulah dan Bangun Kerjasama Erat, atau kita mati!"

Diterjemahkan oleh Data Brainanta, diambil dari Media NEFOS

Perfect Day

BTricks


ShoutMix chat widget

Pengunjung

PENGUNJUNG

free counters