TRIPANJI PERSATUAN NASIONAL

1. HAPUSKAN HUTANG LUAR NEGERI 2. NASIONALISASI INDUSTRI ASING 3. INDUSTRIALISASI NASIONAL

13 Desember 2010

Percayalah Pada Benarnya Nasakom (bagian kedua)


Nah, saudara-saudara, belakangan, belakangan aku juga berkata bahwa Pancasila ini bisa juga diperas lagi secara lain, bukan secara Ketuhanan Yang Maha Esa, Sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi, tetapi bisa diperas pula secara lain, dan perasan secara lain ini adalah Nasakom. Nasakom adalah pula perasan Pancasila, dus Nasakom adalah sebenarnya juga gotong-royong, sebab gotong-royong adalah de totale perasan dari Pancasila, maka perasan daripada Nasakom adalah gotong-royong pula. Benar apa tidak? melihat keadaan, kenyataan-kenyataan di masyarakat kita, saudara-saudara, masyarakat kita selalu berjalan, bersendi, melakukan gotong-royong: Orang membuat rumahh di desa, rumah itu didirikan secara gotong-royong; orang mengawinkan anak di desa, perkawinan itu dijalankan secara gotong-royong; orang menggarap tanah, menggarap tanah itu dijalankan secara gotong-royong; orang mengubur orang yang mati, mengubur orang mati dijalankan secara gotong-royong; orang memperbaiki jalan di desa, memperbaiki jalan di desa itu dijalankan secara gotong-royong.

Apakah pada waktu bersama-sama menggarap jalan, bersama-sama menggarap sawah, bersama-sama membuat rumah, bersama-sama mengawinkan anaknya yang cantik, saudara-saudara, anaknya yang cantik dan anaknya yang tidak cantik, apakah pada waktu bergotong-royong menjalan hal-hal itu, ditanya lebih dahulu: saudara ini Kom ataukah bukan? saudara itu Nas apa buka? saudara, saudara itu A apa tidak? Tidak, zonder tanya lagi, Nas atau A atau Kom, bergotong-royong, mengawinkan anak perempuan itu. Kenyataan yang demikian, saudara-saudara.

Maka itu saya berkata, lha kok, lha kok sampai sekarang ini ada, masih ada orang-oran, bahkan pemimpin-pemimpin Indonesia yang anti-Nasakom atau pura-pura pro-Nasakom, tetapi sebenarnya anti-Nasakom—kata ibu Salawati yang duduk persis di depan saya ini: Ganyang saja, Bung, pemimpin yang begitu!—pura-pura pro-Nasakom, tetapi sebenarnya anti-Nasakom: orang yang demikian ini dinamakan Nasakom gadungan.

Lho, belakangan ini ada lagi, saya dikritik oleh Nasakom gadungan, yaitu sesudah pidato saya pada ulang tahun ke-45 PKI. saya berpidato di Stadion, belakangan ada yang bilang, kletik, kletik, kletik, kletik, kletik, tapi dengar saya punya telinga ini—-lho, saya ini mempunyai mata seribu dan telinga seribu, saudara-saudara, makanya jangan ngerasani Bung Karno, lho—saya dengar, katanya: Waah, presiden sudah salah koq pidato di rapat raksasa PKI, rapat raksasa komunis. Presiden telah menjatuhkan nama Republik Indonesia dalam pandangan Rakyat A-A, Asia-Afrika.

Pada waktu saya berpidato di hadapan para panglima, saya berkata: omong kosong, nonsens, sebab sesudah, malahan sesudah saya berpidato di dalam rapat raksasa PKI itu, saya mendapat banyak surat-surat dan telegram-telegram dari negara A-A, telegram-telegram dan surat-surat yang menyatakan persetujuan mereka itu terhadap pidato saya di rapat PKI itu. Ndak, yang berkata, Bung Karno menjatuhkan nama Republik Indonesia di pandangan Rakyat A-A itu, dia adalah anti Nasakom, dia adalah Komunisto-phoby . Kepada saudara-saudara, saya sudah saya katakan berulang-ulang: proklamasi kemerdekaan Indonesia, saya ucapkan atas nama seluruh bangsa Indonesia, dan proklamasi ituu dipertahankan oleh seluruh Rakyat Indonesia zonder phobi-phobian, zonder ada perpecahan di antara kita dengan kita.

He, siapa dari antara saudara-saudara pernah, misalnya pada tanggal 10 November berada di Suurabaya? Atau pernah ikut-ikut membakar kota Bandung, sebagai perjuangan gerilya? sehingga kemudian timbul nyanyian kita “Halo, halo Bandung”? Siapa dari antara saudara-saudara yang pernah ikut di dalam peperangan gerilya kita? Tidakkah benar jikalau kukatakan pada waktu itu nggak ada phobi-phobian, saudara-saudara? Nggak ada! Di Surabaya, ya pemuda Nas, ya pemuda dari Agama, ya pemud dari Komunis berjuang bersama-sama. Di Bandung demikian pula, di padang-padang gerilya demikian pula. Hanya belakangan ini, karena ya mungkin hasutan, hasutan Nekolim, cekokan Nekolim, membuat kita pura-pura pro-Nasakom, tetapi sebenarnya anti nasakom, sebab memang Nasakom adalah kekuatan Revolusi Indonesia, kekuatan yang mutlak.

Yang ditakuti oleh Nekolim itu Revolusi Indonesia, saudara-saudara, Revolusi Indonesia. Tadi oleh Pak Chairul sudah disentil dengan perkataan: sebenarnya yang ditakuti oleh Nekolim, oleh imperialis, bukan kok kemedekaan kita, tidak. Revolusi kita! kaum imperialis, kaum nekolim juga mengerti bahwa dunia sekarang ini, negara-negara di Asia dan Afrika itu membutuhkan kemerdekaan. jadi mereka itu tidak terlalu anti kemerdekaan an scih —ansich itu kemerdekaan itu sebagai kemerdekaan—tetapi mereka tidak senang jikalau kemerdekaan itu berdasarkan atas prinsip-prinsip yang bertentangan dengan mereka punya prinsip.

Ambil, seperti tadi dikatakan oleh Pak Chairul, Nekolim bukan saja setuju kepada zogenaamde kemerdekaan “Malaysia,” tetapi malahan membantu kemerdekaan “Malaysia,” oleh karena kemerdekaan “ Malaysia” itu cocok dengan kehendak mereka itu. Di sekitar itu ada lagi negara-negara lain yang namanya merdeka, tetapi mereka tidak pernah diganggu-gugat, diusik-usik oleh kaum imperialis, oleh karena kemerdekaan mereka itu—saya tidak sebutkan namanya lho, saya ini Presiden Republik Indonesia, tidak boleh menyebutkan nama—oleh karena kemerdekaan negara-negara itu adalah kemerdekaan-kemerdekaan yang dicocoki, disenangi, disetujui oleh kaum imperialis. Kita punya kemerdekaan, lho kok umpamanya kita itu sekedar merdeka saja, mereka tidak anti kepada kita, tidak terlalu anti kepada kita. Tetapi yang mereka tentang, yang mereka tidak senangi, mereka akan coba hancurka ialah jiwa kemerdekaan kita. Revolusi Indonesia itu yang mereka coba hancurkan dan binasakan. Revolusi kita yang berdasarkan atas prinsip-prinsip Pancasila, prinsip-prinsip anti Imperialis, prinsip-prinsip Nasakom, itu yang mereka takuti.

Saudara-saudara, benarlah apa yang dikatakan dan yang aku katakan, bahwa sekarang ini yang paling dianggap kaum Nekolim sebagai enemy number one—enemy number one yaitu musuh nomor satu, musuh nomor wahid imperialisme—ialah Indonesia, oleh karena Indonesia berjiwa Revolusi Indonesia. Revolusi Indonesia ini yang paling ditakuti. Dulu, saudara-saudara yang paling ditakuti adalah Moscow. Dulu, kira-kira tahun dua puluhan sampai tahun, ya empat puluhan. Tetapi sekarang lebih-lebih daripada Moscow yang ditakuti itu kita, saudara-saudara. Malahan dengan Moscow sudah bisa diadakan sedikit-sedikit peaceful coexistence, hidup berdampingan bersama-sama dalam suasana damai, tetapi Indonesia tidak bisa oleh mereka diajak hidup berdampingan secara dama, tidak bisa.

Indonesia inilah yang di dalam Konperensi Negara-negara Non-Aliged, negara-negara netral di Beograd, Belgrado, ibukota Yugoslavia, dan kemudian di Kairo, ibu kota Republik Persatuan Arab, Indonesia ini yang pertama mengatakan di hadapan di seluruh dunia, Indonesia tidak bisa hidup secara peaceful coexistence dengan kaum imperialis, tidak bisa! Antara imperialisme dan revolusi Indonesia, antara imperialisme dan negeri-negeri atau rakyat-rakyat yang diimperialisi oleh imperialisme tidak bida, tidak mungkin ada peaceful coexistence, tetapi yang ada perjuangan, pertempuran mati-matian. Mana lu punya dada, ini dadaku! Hanya demikian, saudara-saudaraku, sikap kita yang pantas terhadap imperialis. Jadi, Indonesialah yang pertama-tama berani menyangkal slogan yang sudah berpuluh tahun didengung-dengungkan di dunia ini, yaitu peaceful coexistence, peaceful coexistence. Indonesia dengan tidak tedeng aling-aling berkata : Tidak, tidak bisa peaceful coexistence dengan imperialis. Oleh karena itu, Indonesia sekarang ini yang paling dicap sebagai enemy number one, musuh nomor satu, apalagi Indonesia ini, saudara-saudara, makin lama makin mempengaruhi rakyat-rakyat Asia, Afrika, bahkan Latin Amerika, bahkan rakyat-rakyat lain di luar Asia, Afrika dan Latin Amerika itu.

Dulu, saudara-saudara, tatkala kita mengadakan A-A pertama di Bandung, uuh, waktu itu ya, kaum imperialis itu seperti acuh tak acuh , mula-mula dianggapnya Konperensi Asia-Afrika di bandung itu seperti itu, ini perkataan kaum imperialis, een theepartijtje; theepartijtje yaitu semacam, yaaa kumpulan minum-mium bersama. Baca piato saya pada pembukaan A-A pertama di bandung tahun ‘55, di situ saya berkata: janganlah Konperensi A-A ini menjadi apa yang dikira oleh kaum imperialis semacam theepartijtje—kalau bahasa damesnya ialah thee-kransje— tidak, jadikanlah A-A ini satu usaha untuk menggabungkan tenaga-tenaga A-A, tenaga-tenaga Asia-Afrika di dalam lapangan perjuangan menentang imperialisme untuk mengadakan dunia baru tanpa exploitation de l’homme par l’homme dan exploitation de nation par nation.

Nah ini, saudara-saudara, mula-mula oleh kaum imperialis di…, heh,… diangkat pundak mereka itu, biar mereka berkaok-kaok, tidak dianggap serius oleh kaum imperialis, tapi ternyata A-A makin kuat, makin teguh, makin kuat, makin teguh; semangat Bandung, Dasasila Bandung, makin makan sedalam-dalamnya di dalam hati sanubari rakyat-rakyat Asia-Afrika bukan saja, tetapi masuk ke dalam hatinya, sanubarinya, keyakinan politiknya, tekad perjuagannya, rakyat-rakyat di Amerika Latin. Baru mereka itu menjadi sadar, A-A ini adalah satu bahaya.

Oleh karena itu, pada waktu dasawarsa, saudara-saudara, saya pernah berkata, ho-ho-ho, engkau tidak tahu, saudara-saudara, pada waktu itu pating seliver di Jakarta ini cecunguk-cecunguk kaum imperialis. Ada cecunguk yang kulit putih, ada cecunguk yang kulit sawo matang, kulit sawo matang yang seperti kamu itu, saudara-saudara. Tahu artinya cecunguk? Kata orang Jawa, coro … (seorang hadirin berteriak : Kakkerlak! —Red.) . . . ya, Kakkerlak . Diawaskan, diperhatikan Dsawarsa, dan di situ mereka makin yakin, waah ini, A-A ini makin lama makin jadi bahaya. Apalagi sesudah saya, atas nama rakyat Indonesia mengucapkan pidato saya di gedung ini, di sana yaitu pidato pembukaan perayaan Dasawarsa A-A di Jakarta. Mereka berkata, wah-wah-wah, bukan saja Indonesia berbahaya, membahayakan kita—kita ini nekolim—tetapi Soekarno inilah yang paling berbahaya.

Oleh karena itu, tadi dikatakan oleh Pak Chairul Saleh, agar jangan sampai Soekarno bisa menguasai nanti, mempengaruhi A-A kedua di Aljazair, kalau bisa bunuh dia! Dan seperti tadi Pak Chairul Slaeh berkata, bukan saja Soekarno, juga Pak Yani, Pak Subandrio, dan pemimpin-pemimpin yang lain. Yah saudara-saudara, sebagiamana biasa aku, punya perisai yang paling utama, ialah Allah SWT. Lima-enam kali saya dicoba dibunuh. Coba ya, ada yang mencoba dengan granat, ada yang mencoba dengan mortir, ada yang mencoba dari kapal udara, dimitralyur, tetapi berkat perlindungan Allah SWT aku selalu selamat.

Saudara-saudara, dan seperti pernah kukatakan pula beberapa hari yang lalu di hadapan para penglima, mereka punya rencana itu, saudara-saudara, sedapat mungkin sebelum Aljazair, Soekarno, Yani, Subandrio cs. dibunuh. Kalau tidak bisa, sesudah Aljazair ini akan diadakan limited attack, limited itu artinya terbatas, bukan kecil-kecilan, tetapi yang terbatas, bukan hantam seluruhnya, tetapi ya, sebagian, limited. Attack artinya gempuran, serangan. Sesudah Aljazair dirancangkan, diadakan limited attack kepada Indonesia , dan kalau ada limited attack itu, tentu sedikit kaca, pikir mereka. Dalam kekacauan itu antek-antek imperialis yang ada di dini akan bertindak menggulingkan Soekarno, Soebandrio, Yani cs.

Jikalau perjuangan kita ini memang perjuangan yang diridoi Tuhan—dan aku percaya, saudara-saudara, bahwa perjuangan kita ini diridoi Tuhan—insya Allah SWT, tuhan pun akan melindungi kita, menjaga kita di dalam hal ini. Dan bukan saja itu, bukan karena diridohi Tuhan, saudara-saudara, insya Allah SWT, tetapi juga jikalau bangsa Indonesia tetap kompak, tetap bersatu, tetap waspada, tetap bernasakom, insya Allah, meskipun mereka mengadakan serangan yang bagaimanapun juga, kita hantam kembali serangan itu, hancur-lebur serangan dari musuh itu. Ya, tanpa tedeng aling-aling, kita ini tidak mau akan ini dan itu, tidak, tetapi kalau mau gontok-gontokan, ya, ini dadaku, mana dadamu! dan aku bisa berkata demikian oleh karena kita ini berdiri di atas Persatuan Rakyat Indonesia, gabungan, semenbundeling daripada progressief-revolutionnaire krachten di dalam kalangan bangsa Indonesia ini, dari sabang sampai Merauke. Lihat-lihat, saudara-saudara, apa dayanya kaum imperialis di Vietnam? Kita ini 105 juta, saudara-saudara, Vietnam itu berapa? tidak ada seperlima rakyat Indonesia, en toch, saudara-saudara, kaum imperialis babak-benjut di Vietnam. Apa sebab? Rakyat Vienam bersatu, rakyat Vietnam kompak bersatu, rakyat Vietnam kompak berkata “sekali merdeka, tetap merdeka!” dan pertahankan kemerdekaan itu habis-habisan!

*) Amanat–Indotrinasi Presiden Soekarno, pada pembukaan Kursus Kilat Kader Nasakom, 1 Juni 1965, di Istora Senayan, Jakarta.



Sumber : Klik

0 komentar:

Posting Komentar

Segala kritikan, cacian , makian dsb selalu diterim kirim juga pesan tau call : 0812 6034 7147 / 0819 3426 3185

Perfect Day

BTricks


ShoutMix chat widget

Pengunjung

PENGUNJUNG

free counters